Tuesday, February 24, 2015

Trending Topik Konseling

#Uang


Tidak dapat dipungkiri bahwa kita hidup dalam situasi ekonomi global yang serba tidak menentu, keadaan menjadi tidak stabil, sehingga berdampak kepada masyarakat umum. Beraneka ragam masalah dan tantangan dihadapi oleh manusia, tidak terkecuali orang-orang percaya. Dan dari sekian banyak penyebab munculnya masalah ataupun konflik dalam keluarga dan masyarakat, ternyata uang menduduki urutan pertama. Masalah uang juga dapat dikatakan menjadi trending topik dalam konseling Kristen dewasa ini.

Ungkapan “segalanya perlu uang, namun uang bukan segalanya” rupanya sudah mulai tergerus dan bergeser di zaman modern ini, sebab ternyata justru banyak orang berlomba untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya demi gengsi, harga diri, dan status sosial. Tidaklah heran hubungan suami istri menjadi tidak harmonis, hubungan orang tua anak renggang, bahkan tidak jarang terjadi perkelahian dan pembunuhan karena uang.

Uang atau Tuhan?

Sebagai kompetitor utama Kristus, uang bersaing dengan Tuhan untuk menduduki tempat pertama dalam hidup kita. Sehingga perlu kita uji, siapakah yang menjadi tuan dalam kehidupan kita saat ini?. Yesus mengatakan bahwa kita harus memilih hanya melayani satu dari tuan ini. “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon “ (Matius 6:24). Mustahil bagi kita untuk melayani uang bahkan walaupun itu dalam jumlah kecil dan masih tetap melayani Tuhan.

Ketika tentara salib diserang pada sekitar abad ke-12, tentara-tentara salib ini menyewa tentara bayaran untuk berperang bagi mereka. Karena itu adalah perang agama, para tentara bayaran tersebut dibaptis sebelum berperang. Pada saat mereka dibaptis, mereka akan mengacungkan pedang mereka dan mengangkatnya di atas air sebagai lambang bahwa Yesus Kristus tidak memiliki kendali atas pedang mereka. Mereka memiliki kebebasan untuk menggunakan senjata mereka sebagaimana yang mereka kehendaki.Walaupun tidak segamblang apa yang terjadi dengan para tentara itu, banyak orang hari-hari ini yang menangani uang mereka dengan gaya yang serupa. Sejumlah orang mengacungkan dompet mereka "di atas air", yang maksudnya adalah berkata, "Tuhan, Engkau boleh menjadi Tuhan atas seluruh kehidupanku, kecuali dalam area uang, saya sepenuhnya sanggup menanganinya sendiri."

Apa kata Alkitab tentang uang?

Uang bukanlah akar kejahatan, namun cinta akan uang itulah yang akan membawa jerat bagi kita. Alkitab mengatakan dalam 1 Timotius 6:10 : "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." Penggunaan uang yang benar dapat menjadi amat berfaedah. Uang dapat digunakan untuk membangun rumah yatim piatu dan rumah sakit, memberi makan si miskin, memberitakan kabar baik, membangun universitas, mendidik orang dalam kebenaran, untuk mendirikan rumah ibadah/ gereja, untuk memberitakan Injil. Butuh uang untuk mencetak kitab Suci, untuk mempublikasikan buku rohani dan untuk mengiklankan pertemuan pekabaran Injil. Tidak ada yang salah dengan yang namanya uang. Pertanyaannya bagi kita, untuk tujuan apakah uang itu digunakan? Apakah dipakai untuk kemuliaan nama Tuhan atau dipakai hanya untuk kesenangan? Apakah dipakai untuk kesombongan, mendukung pemerintah yang diktator dan membeli senjata yang pada akhirnya dipakai membunuh manusia, atau dipakai untuk tujuan yang lebih besar dan mulia?
Ada 4 alasan rohani utama mengapa Alkitab berbicara begitu banyak tentang uang:

  1. Cara kita menangani uang akan berdampak pada persekutuan kita dengan Tuhan
  2. Uang dapat membentuk karakter-karakter kita
  3. Tuhan menghendaki kita untuk memiliki perencanaan untuk mengelola uang, sehingga kita secara keuangan dapat menjadi setia dengan cara-cara yang sangat sederhana.
  4. Tuhan begitu banyak berbicara tentang uang karena Ia tahu bahwa sebagian besar kehidupan kita berkisar tentang penggunaannya.
Sepanjang minggu yang telah kita jalani, seberapa banyak waktu yang kita habiskan untuk menghasilkan uang lewat pekerjaan, membuat keputusan-keputusan untuk mengatur keuangan, memikirkan tentang di manakah kita akan menabung dan menginvestasi uang, atau berdoa tentang persembahan/pemberian? Syukurlah, Allah telah menyiapkan Alkitab sebagai panduan bagi kita untuk mengelola berkat-Nya dengan benar.

Solusi Sederhana

Masalah ataupun konflik dalam rumah tangga Kristen akan selalu ada, namun setidaknya kita dapat mewaspadai penyebab-penyebab yang marak terjadi dewasa ini, agar kita tidak jatuh di lubang yang sama. Jika kita menyadari bahwa uang merupakan hal yang sangat sensitif baik dalam lingkup keluarga, pekerjaan, pelayanan, dll, maka sikap kita terhadap uang harus berubah, jangan bersedia untuk diperhamba oleh uang atau kekayaan, tetapi mengabdikan hidup kita hanya kepada Tuhan. Bukan uang yang mengatur kita, tetapi kitalah yang mengatur uang. Hidup penuh dengan ucapan syukur, mencukupkan diri dengan apa yang ada pada kita, serta meminta hikmat dari Tuhan untuk mengelola keuangan, akan membantu kita terbebas dari masalah yang menjadi trending topik dalam konseling Kristen belakangan ini.


Jonathan Edwards

“Pahlawan Keluarga”


Jonathan Edwards merupakan anak ke lima dari sebelas bersaudara, lahir pada 5 Oktober 1703 di Windson Timur, Connecticut, Amerika Serikat. Edwars dilahirkan dari keluarga pendeta, ayahnya Timothy Edwards adalah seorang pendeta di East Windsor, Connecticut, sedangkan ibunya Ester Stoddard, adalah putri dari Pdt. Salomo Stoddard, dari Northampton, Massachusetts. Sejak kecil Edwards yang merupakan anak laki-laki satu-satunya ini dididik dalam nilai-nilai kebenaran firman Tuhan. Orang tua Edwards juga mendorong anak-anaknya untuk gemar membaca banyak buku dan belajar berbagai bahasa. Di usianya yang ke 6 tahun, ayahnya sudah mengajarkan bahasa Latin kepadanya dan dengan cepat Edwards dapat menguasainya. Pada usia 13 tahun, ia juga sudah fasih berbahasa Yunani dan Ibrani.


Belajar Alkitab menjadi prioritasnya

Pada tahun 1716, ia melanjutkan studinya di Yale College sebelum genap berusia tiga belas tahun. Walaupun banyak mempelajari karya-karya John Locke dan Isaac Newton juga filosofi alam dan jiwa, tetapi Edwards lebih memprioritaskan mempelajari Alkitab, katekismus, berbagai warisan Puritan serta Reformed dari orang tuanya. Edwards bersemangat dalam menjaga kemurnian ajaran Kitab Suci dalam kesatuan gereja. Edwards menggunakan kontroversi dari teori Newton untuk membuktikan kehadiran dan keterlibatan Allah yang intim di dalam dunia ciptaan-Nya. Edwards mampu melihat topangan Allah secara aktif atas ciptaan-Nya. Dia menulis banyak artikel yang membuktikan kesalahan-kesalahan deisme yang dikhawatirkan mengancam kesatuan gereja. Menurut mereka, seluruh tindakan manusia diproses oleh pikiran yang baik atau buruk.

Kecerdasan Edwards terlihat ketika ia masih kecil, Edwards selalu memiliki nilai “+” dalam hal materi belajarnya. Setelah menyelesaikan studinya di Yale dengan gelar B.A, Edwards melanjutkan 2 tahun lagi studi dalam program Magister di Yale untuk pelayanan. Pada usia dua puluh empat tahun, ia ditahbiskan sebagai seorang pendeta tepatnya pada tanggal 15 Februari 1727, di gereja Northampton, Massachusetts sekaligus menjadi asisten kakeknya, Solomon Stoddard. Dan pada tahun 1750 Edwards menjadi gembala di gereja tersebut setelah kakeknya meninggal.


Tokoh kebangunan rohani Amerika Serikat

Edwards adalah pembela ajaran Calvinis melalui khotbah-khotbah yang dikemukakannya. Tanpa ia sadari, hal itu mengakibatkan jemaatnya ikut bangkit dan berhasil menguasai kota kecil yang ada di wilayah Northampton. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama “The Great Awakening” (Kebangunan Rohani Besar), yang terus berlanjut pada musim dingin 1734 dan musim semi berikutnya, sampai-sampai mengancam jalannya bisnis di kota itu. Selama enam bulan, hampir tiga ratus orang menghadiri ibadah di gereja. Kebangunan rohani itu memberi Edwards kesempatan untuk mempelajari proses pertobatan dalam berbagai tahap dan jenis, dan ia mencatat pengamatannya itu dengan ketelitian dan diskriminasi psikologis dalam "A Faithful Narrative of the Surprising Work of God in the Conversion of Many Hundred Souls in Northampton".

Kebangunan Rohani di Northampton berdampak luar biasa, dalam waktu setahun hampir seluruh penduduk dewasa di kota itu bertobat. Kebangunan rohani tersebut telah tersebar ke lembah Connecticut dan gaungnya menggema hingga ke Inggris dan Skotlandia, dan bahkan meluas pada seluruh gereja di Amerika Utara. Pada waktu itu Edwards berkenalan dengan George Whitefield dan menyampaikan khotbahnya yang paling terkenal, "Sinners in the Hands of an Angry God", di Enfield, Connecticut pada tahun 1741. Khotbah ini terkenal sebagai salah satu contoh terbesar dari gaya khotbah yang "menyala-nyala". Bagi Edwards, kebangunan rohani yang sejati harus berdasarkan pada Kitab Suci dan bukan sekedar emosi atau pengalaman, kebangunan rohani adalah pekerjaan Roh Kudus.

Membangun keluarga berdasarkan kebenaran Ilahi

Jonathan Edwards menikah dengan Sarah Pierpont, seorang wanita yang dapat berbagi semangat religius dengannya. Edwards menyebut hubungannya dengan istrinya sebagai “persatuan yang tidak biasa”. Mereka dikaruniai dengan 11 anak (8 perempuan dan 3 laki-laki), anak-anaknya sangat hormat dan kagum terhadap Edwards. Dia selalu menyediakan waktu bersama dengan anak-anaknya setiap pagi untuk bersaat teduh dan sarapan bersama serta terkadang di waktu malam. Dari surat-surat Edwards kepada anak-anaknya, nampak bahwa Edwards adalah sosok ayah yang hangat dan penuh perhatian.

Namun dalam hal kerohanian dan pendidikan anak-anaknya, Edwards sangat tegas, ia menetapkan jadwal belajar yang ketat dan disiplin kepada mereka. Sebagaimana prinsip-prinsip kebenaran firman yang telah diajarkan oleh orang tuanya kepadanya, Edwards juga mengajarkannya kepada isteri dan anak-anaknya, membangun keluarga berdasarkan firman Tuhan. Selain memiliki kedisiplinan dalam kerohanian, dia juga sangat memperhatikan asupan gizinya, termasuk makanan yang kurang baik atau yang bisa menyebabkan ngantuk baginya, ia berpantang terhadap beberapa jenis makanan dan melatih tubuhnya dengan berkuda, berjalan atau sekedar memotong kayu bakar.


Menurut Edwards, keluarga adalah fondasi dalam terjadinya kebangunan rohani, ia menyimpulkan bahwa karya Ilahi yang mengubahkan itu dimulai dari keluarga, menghasilkan hubungan yang harmonis di antara orang-orang yang saling mengasihi yang  dipersatukan Allah, menyebar ke gereja dalam kerinduan beribadah dan menikmati Firman, hingga akhirnya nyata dalam sikap kasih kepada sesama. Ia sangat mencintai keluarganya sehingga keturunannya menjadi saksi akan pengabdiannya.


Banyak karya yang telah dihasilkan dalam pelayanan kakek wakil presiden Amerika Serikat ke-3 (Aaron Burr, Jr) ini, tetapi yang lebih besar dari semuanya adalah keberhasilannya dalam mendidik anak-anaknya, sehingga dalam sebuah suvey dari tim sosiolog dari negara bagian New York yang menyelidiki pengaruh yang ditimbulkan oleh kehidupan ayah terhadap anak-anak dan generasi penerusnya terhadap keturunan Max Jukes dan Jonathan Edwards. Hasilnya berbanding terbalik, keturanan dari Jonathan Edwards menjadi orang-orang yang sukses dan luar biasa serta memberikan kontribusi terhadap pemerintah. Dedikasi, disiplin dan kecintaannya kepada Tuhan dan keluarganya telah menjadikannya teladan dan pahlawan bagi keluarga.


 "Saya tidak peduli siapa kakek saya; yang saya risaukan adalah akan jadi apa cucu saya nanti"
 - Abraham Lincoln-

Michael Faraday

“Orang biasa berbakat luar biasa”

Pada dasarnya setiap manusia memiliki kelibihan masing-masing, hanya saja banyak orang yang belum menemukan kelebihan yang adalah anugerah Tuhan tersebut, sehingga hidupnya belum maksimal. Bakat atau potensi yang dimiliki oleh seseorang tidak tergantung status sosial dari orang tersebut. Demikian juga yang dialami oleh Michael Faraday, seorang ahli fisika,yang memiliki bakat luar biasa, terlahir dari keluarga yang miskin. Pria yang lahir 22 September 1791 di Newington Butts, Inggris ini saat masih kanak-kanak, sering berpakaian robek, sepatu berlobang, dan kadang-kadang mengalami kelaparan. Karena ayahnya hanya bekerja sebagai tukang besi, dan  kondisinya setengah lumpuh.

Semakin bertumbuh dalam iman

Kesukaran dan kelaparan tidak membuat Faraday menyerah dan putus asa, tetapi sebaliknya Ia bersyukur dalam segala sesuatu, menjadikan dirinya rajin, tekun, jujur dan memperkaya pengetahuan supaya dapat berhasil dalam kehidupan. Mimpi Michael Faraday menjadi seorang ilmuwan tidaklah terbendung, walaupun tidak berkesempatan mendapatkan pendidikan yang tinggi (hanya lulus SD). Melalui Sekolah Minggu di gereja, ia belajar membaca, menulis dan ilmu pasti, Faraday sangat menyukai musik rohani untuk menyembah Yesus, khususnya lagu-lagu ciptaan Isaac Watts seperti:  O God, Our Help In Ages Past; When I Survey the Wondrous Cross; I Sing the Mighty Power of God; Jesus Shall Reign dan Joy to the World.

Diusianya yang ke 14 tahun Faraday sudah bekerja sebagai penjilid buku, namun ia tidak pernah menyia-nyikan kesempatan untuk menambah ilmu, sementara bekerja di percetakan, ia sering membaca buku-buku yang harus dijilidkan. Ia banyak membaca buku-buku ilmiah tentang ilmu kimia lalu melakukan uji-coba yang diajarkannya. Lama-kelamaan perhatiannya terpusat pada buku-buku mengenai penemuan maupun analisa ilmiah yang banyak terdapat dalam buku-buku yang dijilidnya.

Mengembangkan Potensi dalam dirinya

Sejak kematian ayahnya, pada saat ia berusia 19 tahun, Faraday berhenti bekerja di percetakan dan menghadiri empat ceramah di Royal Institution yang disampaikan oleh Humpry Davy, seorang ilmuwan Inggris yang terkenal pada zaman itu. Akhirnya Faraday diminta menjadi asisten Davy, sekaligus sebagai pembantu, pembersih dan sekretaris, karena pada saat itu Davy mengalami gangguan pada penglihatannya akibat dari nitrogen trichloride . Gajinya lebih kecil, tetapi Faraday sudah sangat bersukacita bisa bekerja sama dengan Davy.

Faraday mulai menyadari bakat fisika yang ada dalam dirinya, sehingga ia terus terpacu untuk tidak hanya membaca buku-buku, namun juga mulai mengadakan eksperimen-eksperimen sendiri, seperti ketika ia membaca buku Encyclopedia Britannica tentang penemuan-penemuan listrik, termasuk temuan Volta, ia mengumpulkan bahan-bahan seperti: botol-botol, kain robek, penjepit dan sejenis baterai, lalu menciptakan sebuah kapasitor dan generator elektrostatik.

Ketika masih menjadi asisten Davy, ia telah belajar sebanyak mungkin, mencatat segala yang ia lihat dan dengar. Ia belajar buku-buku pada malam hari dan bekerja keras sepanjang siang. Akhirnya, Michael Faraday berhasil menjadi ahli kimia yang terkemuka di dunia.

Menjadi ilmuwan yang mendunia

Dibidang kimia, Faraday berhasil menemukan zat Klorin Dan Karbon. Ia juga berhasil mencairkan beberapa gas, menyelidiki campuran baja dan membuat beberapa jenis kaca baru yang dimaksudkan untuk tujuan optika. Faraday adalah orang yang pertama menemukan Bunsen Burner, yang kini telah digunakan secara luas diseluruh dunia. Ia juga Menemukan zat kimia lainnya yaitu Benzena dan mencairkan gas klorin. Faraday telah mempopulerkan istilah anode, katode, elektrode serta ion.
Penemuan Faraday pertama yang penting di bidang listrik terjadi tahun 1821. Dua tahun sebelumnya Oersted telah menemukan bahwa jarum magnit kompas biasa dapat beringsut jika arus listrik dialirkan dalam kawat yang tidak berjauhan. Ini yang membuat Faraday berkesimpulan, jika magnet diketatkan, yang bergerak justru kawatnya. Atas dasar dugaan inilah, dia berhasil membuat suatu skema yang jelas dimana kawat akan terus-menerus berputar berdekatan dengan magnet sepanjang arus listrik dialirkan ke kawat. Sesungguhnya dalam hal ini Faraday telah menemukan motor listrik pertama, suatu skema pertama penggunaan arus listrik untuk membuat sesuatu benda bergerak. Penemuan Faraday ini merupakan “nenek moyang” dari semua motor listrik yang digunakan dunia sekarang ini.

Selain listrik dan kimia, pada tahun 1845 Faraday juga menemukan bahwa bahwa banyak materi menunjukan penolakan yang lemah dari sebuah medan listrik. Peristiwa inilah yang ia beri nama Diagmatisme. Faraday juga menemukan bahwa bidang polarisasi dari cahaya terpolarisasi linier dapat diputar dengan penerapan dari sebuah bidang magnet eksternal searah dengan arah gerak cahaya. Inilah yang disebut dengan Efek Faraday.Kemudian pada tahun 1862, Faraday menggunakan sebuah spektroskop untuk mencari perbedaan perubahan cahaya, perubahan dari garis-garis spektrum dengan menerapkan medan magnetik. Tetapi peralatan yang dia gunakan pada saat itu belum memadai, sehingga tak cukup untuk menentukan perubahan spektrum yang terjadi. Kemudian penelitian ini dilanjutkan oleh Peter Zeeman kemudian ia mempublikasikan hasilnya pada tahun 1897 dan menerima nobel fisika tahun 1902 berkat refrensi dari Faraday.

Faraday telah membuktikan bahwa dengan menemukan dan mengembangkan talenta atau potensi diri, serta pengabdian kepada Tuhan, yang disertai dengan kerja keras dan disiplin, seorang miskin sepertinya dapat menjadi seorang ilmuwan terhebat pada zamannya. Sampai masa kini, ilmuwan-ilmuwan kagum melihat hasil Michael Faraday. Pekerjaannya di bidang kimia saja akan membuat namanya termashyur, apalagi hasilnya di bidang elektromagnetika, elektrolisis, diamagnetika, paramagnetika, teori lapangan, akustik, cahaya terang, dan lain-lain. Belum pernah ada ilmuwan yang menghasilkan penemuan sebanyak Michael Faraday, seorang yang telah memaksimalkan potensinya.


Johann Heinrich Pestalozzi

Sebuah pemahaman akan teori atau ajaran teologis tidak boleh berhenti hanya di ranah kognitif saja, melainkan berlanjut ke ranah afektif (sikap) dan psikomotorik (tindakan), dengan kata lain menghidupi atau melakukan apa yang telah kita pahami jauh lebih berguna ketimbang hanya memperbanyak pengetahuan tanpa mampu mempraktekkannya. Johann Heinrich Pestalozzi salah satu tokoh yang juga tidak sabar dengan sistem dogmatis yang berlaku dalam gereja Reformasi pada saat itu. Dimana para pendukung sistem tersebut hanya bisa dan rajin menyusun ajaran teologis, namun tanpa mewujudkan ajaran tersebut kedalam kehidupan sehari-hari. Pria kelahiran Zürich, Swiss 12 Januari 1746 ini dibesarkan oleh ibunya, karena ayahnya telah meninggal ketika ia berusia 6 tahun. Sebetulnya pada masa kecilnya, Pestalozzi merupakan anak yang tidak begitu tertarik dengan tugas-tugas belajar yang menggunakan metode menghafal di sekolah, tetapi dia lebih berminat dengan tugas-tugas yang menggunakan daya imajinasi.

Pestalozzi remaja melihat adanya ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh para penguasa terhadap rakyat di daerah itu, sehingga ia prihatin terhadap nasib mereka yang tertindas dan ingin menolong mereka memperoleh pendidikan. Pendidikan yang memadai dianggap sebagai solusi untuk keluar dari penindasan tersebut. Atas dorongan kakeknya Pestalozzi masuk ke salah satu perguruan tinggi. Akan tetapi, ketika menempuh proses pembelajaran di perguruan tinggi, Pestalozzi lebih tertarik pada gaya penulisan dan pemikiran pengarang klasi

Pandangan Teologis

Pestalozzi adalah seorang Kristen yang mentaati kedua hukum ilahi yang diutamakn kembali oleh Yesus, yaitu “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Ia sangat menghayati kedua hukum ini. Dipun kerap memakai pengertian-pengertian sederhana untuk menjelaskan tentang iman Kristen. Dalam pandangan teologisnya, Pestalozzi memberikan penjelasan bahwa untuk menentukan sebuah metode pendidikan teologis yang baik, perlu didasarkan pada beberapa hal, antara lain:

1. Kepercayaan Kepada Allah
Jika Allah Bapa bukanlah Bapa kita, maka tidak ada dasar lain yang dapat dipercayai untuk menghadapi tantang hidup ataupun mengembangkan pendidikan yang berhasil.

2. Alam Sebagai Pedoman
Pestalozzi tidak mengaggap alam sebagai kekuatan yang merdeka, seakan-akan alam itu berdiri atas kekuatannya sendiri, melainkan percaya bahwa pencipta alam adalah Allah sendiri. Jadi bagi Pestalozzi alam tersebut bergantung kepada kehendak Allah.

3. Yesus Sebagai Juruselamat Dunia
Nama Allah dan Yesus terus dimasukkan kedalam karyanya, hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan dengan Yesus baginya. Pestalozzi betul-betul hidup untuk melayani orang-orang yang paling hina. Dan dia sangat mengharapkan tindakan-tindakan yang serupa dilakukan oleh para pendidik-pendidik lainnya. Dan hendaknya berpatokan kepada Tuhan Yesus Kristus.

4. Manusia: Jati Diri dan Tugasnya
Jati diri manusia dibahas dalam tiga pokok yakni:

a) Sebagai makhluk dari alam
Pestalozzi mengajarkan bahwa manusia memiliki struktur jasmani yang sama, walaupun terdapat perbedaan secara alamiah. Setiap manusia berhak untuk bertahan hidup baik dari golongan orang terpelajar maupun yang sangat rendah pendidikannya. Yang sangat dibutuhkan dalam hal ini ialah kesadaran setiap orang sebagai makhluk yang bersosial.

b) Sebagai makhluk sosial
Terkadang orang-orang menyerahkan sebagian kemerdekaanya atau apa yang dia punya untuk meperoleh keamanan. Orang yang mempunyai harta akan lebih tinggi dari mereka yang tidak punya atau bisa disebut seperti seorang raja. Sedangkan dalam hati manusia selalu timbul kebutuhan-kebutuhan yang lain, sehingga dalam diri seseorang harus hidup sebagai makhluk yang bermoral.

c) Sebagai makhluk moral
Moralitas adalah prestasi dari kehendak manusia, suatu hasil watak yang baik yang menang atas perasaan yang memntingkan kepentingan sendiri. Untuk bertumbuh secar moral, kita harus merasa secara dalam. Dengan kat lain, suatau tindakan atau kelakuan boleh dikatakan sebagai moral sejauh manan tindakan atau kelakuan itu dilaksanakan karena dipaksa oleh kebiasaan sosial atau hukum negera, tetapi dari keputusan pribadi.

5. Pengalaman Beriman Secara Pribadi
Pengalaman-pengalaman tersebut didadapatkan dari pengalaman yang dilewatinya sejak kecil baik dalam suka maupun duka, dalam hidup bersosial, dalam hubungan dengan dilingkungan dan dalam pengabdian diri kepada Allah.

Sumbangsih dalam dunia pendidikan

Pestalozzi dikenal sebagai seorang pendidik yang mempelopori sistem pendidikan (pedagogue) baru di Swiss dan dikenal sebagai Pendiri Sekolah Dasar Modern. Menurut Pestalozzi, perbaikan pendidikan perlu dilaksanakan sekaligus dari dua segi , yakni dari segi praktek dan teori . Urutan ini mencerminkan cara Pestalozzi menjadi seorang ahli pendidikan. Ia tidak memulai panggilan hidup sebagai pendidik setelah mengembangkan teori pendidikan lebih dahulu. Teori berasal dari pengalamannya di ruang kelas. Menurut pemikiran Pestalozzi , ada tiga lingkungan dimana pendidikan terjadi, yakni rumah tangga, rumah dermawan, dan sekolah. Sedangkan ada empat pengajar dalam pendidikan yang saling berhubungan dan memberikan pengaruh yang besar bagi keberhasilan pelaksanaan pendidikan, yaitu  orang tua, guru sekolah, teman sebaya, dan pengalaman hidup. Pestalozzi percaya bahwa pendidikan akan mengubah mutu kehidupan seseorang.