Suku Batak
merupakan suku yang mayoritas beragama Kristen, semuanya itu tidak terlepas
dari peran seorang hamba Tuhan yang luar biasa, yaitu Nommensen. Ludwig Ingwer
Nommensen lahir di Nordstrand, Denmark (kini Jerman), pada tanggal 6 Februari
1834. Anak dari pasangan Pieter Nommensen dan Anna ini lebih dikenal sebagai
Ingwer Ludwig Nommensen atau I.L. Nommensen di daerah Batak. Namanya lebih
terkenal di Indonesia, khusunya di daerah Batak dari pada di negara asalnya,
karena ia merupakan seorang penyebar agama Kristen Protestan di antara suku
Batak.
Masa kecil yang pahit
Nommensen
merupakan anak pertama dari empat orang bersaudara. Terlahir dari keluarga yang
sangat miskin di desanya. Sejak kecil, ia terbiasa hidup dalam penderitaan dan
kemiskinan. Kondisi yang demikian memaksanya mencari nafkah untuk membantu
orangtuanya seja masa kanak-kanak. Pada usia 7 tahun, Nommensen memilih
menggembalakan angsa daripada duduk di bangku sekolah. Tahun demi tahun dia
mencoba berbagai pekerjaan yang cukup berat diusianya yang masih kecil, mulai
dari menggembalakan domba, belajar menjadi tukang atap, belajar mengerjakan
tanah, menuntun kuda yang menarik bajak untuk membajak tanah, semuanya itu
dilakukannya untuk membantu kedua orangtuanya mencari nafkah.
Penderitaannya
semakin bertambah ketika berusia 12 tahun, Nommensen mengalami kecelakaan.
Sewaktu ia bermain kejar-kejaran dengan temannya, ia ditabrak kereta kuda yang
menggilas kakinya sampai patah dan keadaan yang demikian memaksanya berbaring
di tempat tidur berbulan-bulan lamanya. Kakinya hampir diamputasi, sehingga ia
berdoa meminta kesembuhan dan berjanji kepada Tuhan, jika ia disembuhkan, maka
ia akan memberitakan injil kepada orang kafir.
Gairah untuk menjadi penginjil
Doa
Nommensen dijawab oleh Tuhan, kedua kakinya sembuh secara ajaib, dia dapat
berjalan seperti sediakala. Pada usia 20 tahun, ia berangkat ke Barmen
(sekarang Wuppertal) dan selama empat tahun ia belajar di
seminari Zending Lutheran Rheinische Missionsgesellschaft
(RMG). Setelah lulus pada tahun 1861, ia kemudian ditahbiskan menjadi pendeta
dan ditugaskan oleh RMG ke Sumatra. Nommensen tiba pada tanggal 14 Mei 1862 di
Padang, setelah menghabiskan waktu 142 hari perjalanan (yang saat ini dapat
kita tempuh hanya kuang lebih 11). Ia memulai misinya di Barus dengan harapan
akan mendapatkan izin untuk menetap di daerah Toba, namun pemerintah kolonial
tidak mengizinkan dengan alasan keamanan.
Menjangkau suku Batak
Perbedaan
budaya, bahasa dan agama tidak menyurutkan niatnya untuk memulai “pengabdian”
di tengah perlawanan dan ancaman Bangsa Batak yang belum terbiasa menerima
kehadiran “orang aneh”, yang berlainan bahasa, pola hidup, warna kulit dan mata
serta rambutnya. Kunjungan pertamanya ke Tarutung dan diterima oleh Ompu Pasang
(Ompu Tunggul) kemudian tinggal dirumahnya yang daerahnya masuk dalam kekuasaan
Raja Pontas LumbanTobing. Dari sini Nomensen kemudian kembali ke Sipirok untuk
mempersiapkan segala sesuatunya yang diperlukan dalam pelayanannya. Namun
ketika ia kembali ke Tarutung namun ia ditolak.
Kesungguhan
dan keteguhan Nommensen, terbukti mampu memenangkan penolakan besar Bangsa
Batak. Akhirnya satu persatu orang Batak menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru
Selamat, bahkan Raja Pontas Lumban Tobing yang dulunya menolak Nommensen,
meminta supaya dia dan keluarganya dibaptis dan dampaknya masyarakat Silindung
makin banyak yang masuk Kristen. Kasihnya akan suku Batk sangatlah besar,
sehingga suatu ketika dia berdoa di Bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih
yang sekarang. “Tuhan, hidup atau mati
saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan FirmanMu dan KerajaanMu, Amin!”
Terus berkarya hingga akhir hayat
Nommensen
memberitakan Injil di tanah Batak dengan beragam cara. Ia menerjemahkan
Perjanjian Baru ke dalam bahasa Toba dan menerbitkan cerita-cerita Batak. Ia
juga memperbaiki sistem pertanian, peternakan, meminjamkan modal,membantu melunasi
hutang dan membuka sekolah-sekolah serta balai-balai pengobatan. Strategi misi
yang dikembangkan Nommensen ialah mengubah strategi penginjilan awal yang
menekankan konversi perorangan dengan mengembangkan strategi yang menekankan
konversi kelompok baik keluarga (mencakup keseluruhan anggota keluarga sebagai
satu kesatuan) maupun keseluruhan komunitas kepada iman Kristen. Hasil dari
pekerjaannya ialah berdirinya sebuah gereja terbesar di tengah-tengah suku
bangsa Batak Toba yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Bebrapa
penghargaan dan gelar yang didapat oleh Nommensen:
1. Di
gelar apostles atau rasul dan diberi gelar 'Ompu' (gelar atau panggilan
kehormatan untuk setiap orang yang memiliki kemampuan, kualitas pribadi dan
kesalehan).
2. Pada
Tahun 1904 (Di hari ulang tahunnya yang ke-70), mendapat gelar Doktor Honoris
Causa di bidang Theologi dari Fakultas
Theologi Universitas Bonn, Jerman.
3. Pada
tahun 1911, ia memperoleh penghargaan Kerajaan Belanda dengan diangkat sebagai
Officer Ordo Oranye-Nassau.
4. Karena
kecakapan dan jasa-jasanya dalam pekerjaan penginjilan, maka pada tahun 1881 pimpinan
RMG mengangkat Nommensen sebagai Ephorus. Jabatan ini diembannya sampai akhir
hidupnya.
Setelah
bekerja demi suku Batak selama 57 tahun lamanya, ia menutup usia pada tanggal 23
Mei 1918, pada umur 84 tahun. Dari semua pekabar Injil asal Eropa yang berkarya
di wilayah ini, hanya beliau-lah yang mendapat gelar “Rasul Orang Batak” karena
karya-karyanya,menetap cukup lama juga oleh karena beliau menyerahkan segenap
hidupnya untuk melayani masyarakat Batak.