Tak
terkecuali dengan saya, setiap manusia pasti memiliki 3 masa dalam hidupnya,
yaitu masa lalu, masa kini dan masa depan (past, present, future). Bagi banyak orang masa lalu enggan untuk dikenang,
pedih untuk diingat, dan itu juga berlaku bagi saya sebenarnya. Di sebuah daerah yang dingin di kabupaten
Malang, tepatnya Ampelgading. Sejak kecil saya menjadi anak yang pemalu,
penakut dan pendiam. Tetapi kakak dan orang tua saya selalu memberikan dorongan
untuk saya berani tampil di acara-acara natal dan sekolah minggu, ibu saya
selalu berpesan kepada saya le ojo lali
‘njero’, artinya Nak, jangan lupa “dalam”. “Dalam” yang dimaksud ibu saya
adalah “dalam nama Yesus”, jadi saya diajarkan mau mengerjakan apa aja, mau ke
mana aja harus diawali dengan “dalam” yang artinya mesti berdoa dan itu terbawa
hingga saat ini.
Berkali-kali luput dari maut
Saya merasakan penyertaan
Tuhan dan kuasa doa yang luar biasa
dalam perjalanan hidup saya, Tuhan telah berulangkali meluputkan saya dari
bahaya dan maut. Dia tidak pernah tertidur dan tangan-Nya selalu menopang
anak-anak-Nya sehingga tidak sampai tergeletak. Sewaktu SD kelas 5 saya pernah
terjatuh di perapian, tetapi Tuhan meluputkan saya sehingga hanya tangan kanan
saya yang terkena api. Saya juga pernah terjatuh dari pohon kelapa di kebun,
sekitar 3 meter lebih dan pohon kelapa tersebut tepat di pinggir sungai yang
berbatu, tetapi puji Tuhan, Dia menopang saya sehingga tidak sampai jatuh ke
sungai walaupun saat itu saya sempat pingsan. Perlindungan-Nya juga saya
rasakan ketika saya masih bekerja yang mengharuskan saya berkeliling di wilayah
Nusa Tenggara Timur (NTT), pada waktu itu saya sedang berada di Pulau Alor,
tepatnya di Kalabahi hendak meneruskan perjalanan menuju Lembata (Lewoleba),
saya menumpang sebuah kapal Feri ukuran kecil, tidak banyak penumpang pada saat
itu karena musim angin dan gelombang besar. Jarak yang harus ditempuh sekitar 18
jam perjalanan, tetapi sekitar 6 jam perjalan di tengah lautun yang gelap kapal
tersebut sangat oleng, hampir tenggelam, semua orang panik termasuk ABK dan
sudah diperingatkan untuk mempersipakan baju pelampung, saya berdoa, berteriak
kepada Tuhan dan luar biasa, Dia kembali meluputkan saya dari maut. Tuhan juga
pernah meluputkan saya dari maut pada saat berada di Larantuka (Flores Timur),
waktu itu terjadi badai siklon tropis, hujan deras disertai angin kencang sepanjang
hari mengakibatkan banjir bandang,
batu-batu sangat besar menghantam rumah-rumah dan hotel. Tetapi yang luar
biasa, hotel tempat saya menginap diluputkan oleh Tuhan, padahal hotel lain
yang berada persis di sebelah kanan saya menginap rusak parah dihantam batu dan
hampir tenggelam dengan lumpur, sehingga banyak korban jiwa di tempat tersebut.
Masuk
dalam ladang-Nya
Setiap
kali melihat hamba Tuhan yang berkhotbah di mimbar, sejak kecil saya selalu
membayangkan nanti saya akan berkhotbah seperti hamba Tuhan tersebut. Walaupun
tidak ada seorangpun yang tahu kerinduan saya tentang hal ini, termasuk juga
orang tua saya, tetapi rupanya Tuhan mendengar dan mengetahui isi hati saya.
Tetapi Tuhan membawa saya dalam proses yang panjang dan penuh air mata dalam
pelayanan. Dimulai dari hanya dipercaya oleh gembala untuk sapu dan pel gereja,
mengatur kursi, membersihkan halaman gereja, menyiapkan minuman untuk para
pelayan Tuhan, saya kerjakan itu dengan sukacita sejak saya SMA. Kesetiaan saya
diperhitungkan oleh Tuhan, akhirnya saya dipercaya menjadi ketua pemuda remaja
pada saat itu dan Dia terus membawa saya naik ke level yang lebih tinggi lagi,
melayani di interdenominasi dan bergabung dengan PD. Roh Kudus yang ada di Jl.
Ngagel Madya, Surabaya dan bergerak dalam pelayanan KKR ke daerah-daerah di
Jawa Timur. Saya berpegang teguh pada firman Tuhan dalam I Timotius 4:12, saya
menjadi tim inti termuda di PD tersebut, yang semuanya hamba-hamba Tuhan (Pdt)
senior dari seluruh wilayah di Jawa Timur. Kerinduan saya untuk melayani Tuhan
semakin berkobar, setelah menikah kami melayani di Kupang, NTT selama 2,5 tahun
dan kembali Tuhan membawa saya untuk melayani di Dili, Timor Leste 2 tahun
lebih.
Jalan Tuhan sulit dipahami
Tahun
2005, saya menikah dengan isteri saya Nancy di GBI Tampak Siring, kemudian satu
bulan setelah itu kami mendapt visi dari Tuhan untuk melayani di Kupang, saya
hanya ikut aja tuntunan Tuhan, walaupun di sana tidak ada keluarga dan belum
tahu tinggal di mana. Akhirnya Tuhan mempertemukan kami dengan beberapa hamba
Tuhan dan bergabung dalam sebuah Persekutuan Doa (PD) yang merupakan cikal
bakal berdirinya GBI Kupang (Jl. Ikan Tongkol). Pada awal 2007 Tuhan memanggil
saya untuk melayani sepenuh waktu, saya harus tinggalkan pekerjaan saya, sebuah
keputusan yang berat dan penuh pertimbangan. Masa transisi yang berat bagi kami
sekeluarga pada saat itu, tetapi bukan hanya itu saja, lebih dari 9 bulan
setelah pernikahan kami akhirnya Tuhan menjawab doa kami, isteri saya hamil
anak pertama. Dengan rutin setiap bulan isteri saya kontrol ke dokter, rasanya
sudah tidak sabar untuk melihat anak pertama kami yang dalam kandungan. Pada
usia 7 bulan, seperti biasa kami ke dokter kandungan untuk periksa dan USG,
hasilnya semua normal, tetapi seminggu setelah pemeriksaan rutin tersebut saya
dikagetkan dengan ucapan rekan sepelayanan saya, dia berkata “Pak Moses, koq perutnya ibu Nancy kelihatan agak mengecil?”
saya tidak terlalu hiraukan ucapan teman kami tersebut, tetapi setibanya di
rumah, seperti biasa saya selalu doakan dan tumpang tangan di perut isteri saya
dan selalu ada respon berupa tendangan-tengan atau gerakan dari sang bayi,
tetapi malam itu sama sekali tidak ada respon sampai pagi juga tetap sama.
Besok sorenya kami putuskan untuk periksa kembali ke dokter, dan setelah
diperiksa (USG), raut muka dokter mulai berubah, dokter masih berusaha
memeriksa menggunakan beberapa alat yang lain, kemudian dia berhenti sejenak,
dengan nada yang berat berkata kepada kami, “Pak,
bayinya sudah tidak ada denyut jantungnya, sudah meninggal lebih dari 24
jam...” Saya langsung lemas, isteri
saya menangis sejadi-jadinya. Disaat saya memutuskan melayani sepenuh waktu,
tetapi justru Tuhan ijinkan semuanya itu terjadi, bisa saja saya komplain sama
Tuhan, tetapi itu tidak kami lakukan, saya dikuatkan dengan sebuah buku kecil
yang berjudul “When God doesn't make
sense’ kita tidak dapat menyelami pikiran Tuhan dan ada hal-hal tertentu
yang tetap menjadi rahasia Allah. Tuhan membuat sesuatu indah pada waktunya,
Dia menggantikan apa yang sudah diambil, sekarang kami memiliki sepasang anak
(cowok dan cewek).
Dari Dia, oleh Dia dan kepada Dia
Jalan
berliku dan terjal seringkali ada di depan perjalan hidup saya, awal tahun 2010
Tuhan membelokkan langkah saya, rencana yang matang untuk hijrah ke Ambon,
Tuhan gagalkan, pintu-pintu tertutup semuanya, saya hampir menyerah tetapi
akhirnya saya melihat pertolongan dan kasihNya yang membawa saya pada
kemenangan demi kemenangan. Bagi saya proses dalam hidup ini harus dinikmati,
dijalani karena tidak ada sesuatu yang instan, ada harga yang harus dibayar
untuk sebuah kemuliaan dan kemenangan. Seorang pemalu dan penakut seperti saya,
bisa dipakai oleh Tuhan hanya karena sebuah kerinduan yang mendalam untuk
melayani-Nya. Kini selain berkhotbah, melayani pelayanan pelepasan, penulis di
majalah R1D Mag (diterbitkan oleh GBI Rayon 1D, Kelapa gading), Tuhan juga percayakan
saya menjadi guru KOM (d/h SOM), dan untuk memperlengkapi diri dan menambah
wawasan, saya sedang melanjutkan progam S2 (M.Th) di STTB The Way. Saya memilik
prinsip sedeharna dalam hidup, semua dari Dia, oleh Dia dan kepada Dia. Amin
My Family