Tuesday, May 14, 2013

My Story


Tak terkecuali dengan saya, setiap manusia pasti memiliki 3 masa dalam hidupnya, yaitu masa lalu, masa kini dan masa depan (past, present, future). Bagi  banyak orang masa lalu enggan untuk dikenang, pedih untuk diingat, dan itu juga berlaku bagi saya sebenarnya.  Di sebuah daerah yang dingin di kabupaten Malang, tepatnya Ampelgading. Sejak kecil saya menjadi anak yang pemalu, penakut dan pendiam. Tetapi kakak dan orang tua saya selalu memberikan dorongan untuk saya berani tampil di acara-acara natal dan sekolah minggu, ibu saya selalu berpesan kepada saya le ojo lali ‘njero’, artinya Nak, jangan lupa “dalam”. “Dalam” yang dimaksud ibu saya adalah “dalam nama Yesus”, jadi saya diajarkan mau mengerjakan apa aja, mau ke mana aja harus diawali dengan “dalam” yang artinya mesti berdoa dan itu terbawa hingga saat ini.

Berkali-kali luput dari maut

Saya merasakan penyertaan Tuhan dan kuasa doa yang luar biasa dalam perjalanan hidup saya, Tuhan telah berulangkali meluputkan saya dari bahaya dan maut. Dia tidak pernah tertidur dan tangan-Nya selalu menopang anak-anak-Nya sehingga tidak sampai tergeletak. Sewaktu SD kelas 5 saya pernah terjatuh di perapian, tetapi Tuhan meluputkan saya sehingga hanya tangan kanan saya yang terkena api. Saya juga pernah terjatuh dari pohon kelapa di kebun, sekitar 3 meter lebih dan pohon kelapa tersebut tepat di pinggir sungai yang berbatu, tetapi puji Tuhan, Dia menopang saya sehingga tidak sampai jatuh ke sungai walaupun saat itu saya sempat pingsan. Perlindungan-Nya juga saya rasakan ketika saya masih bekerja yang mengharuskan saya berkeliling di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), pada waktu itu saya sedang berada di Pulau Alor, tepatnya di Kalabahi hendak meneruskan perjalanan menuju Lembata (Lewoleba), saya menumpang sebuah kapal Feri ukuran kecil, tidak banyak penumpang pada saat itu karena musim angin dan gelombang besar. Jarak yang harus ditempuh sekitar 18 jam perjalanan, tetapi sekitar 6 jam perjalan di tengah lautun yang gelap kapal tersebut sangat oleng, hampir tenggelam, semua orang panik termasuk ABK dan sudah diperingatkan untuk mempersipakan baju pelampung, saya berdoa, berteriak kepada Tuhan dan luar biasa, Dia kembali meluputkan saya dari maut. Tuhan juga pernah meluputkan saya dari maut pada saat berada di Larantuka (Flores Timur), waktu itu terjadi badai siklon tropis, hujan deras disertai angin kencang sepanjang hari mengakibatkan banjir bandang, batu-batu sangat besar menghantam rumah-rumah dan hotel. Tetapi yang luar biasa, hotel tempat saya menginap diluputkan oleh Tuhan, padahal hotel lain yang berada persis di sebelah kanan saya menginap rusak parah dihantam batu dan hampir tenggelam dengan lumpur, sehingga banyak korban jiwa di tempat tersebut.

Masuk dalam ladang-Nya

Setiap kali melihat hamba Tuhan yang berkhotbah di mimbar, sejak kecil saya selalu membayangkan nanti saya akan berkhotbah seperti hamba Tuhan tersebut. Walaupun tidak ada seorangpun yang tahu kerinduan saya tentang hal ini, termasuk juga orang tua saya, tetapi rupanya Tuhan mendengar dan mengetahui isi hati saya. Tetapi Tuhan membawa saya dalam proses yang panjang dan penuh air mata dalam pelayanan. Dimulai dari hanya dipercaya oleh gembala untuk sapu dan pel gereja, mengatur kursi, membersihkan halaman gereja, menyiapkan minuman untuk para pelayan Tuhan, saya kerjakan itu dengan sukacita sejak saya SMA. Kesetiaan saya diperhitungkan oleh Tuhan, akhirnya saya dipercaya menjadi ketua pemuda remaja pada saat itu dan Dia terus membawa saya naik ke level yang lebih tinggi lagi, melayani di interdenominasi dan bergabung dengan PD. Roh Kudus yang ada di Jl. Ngagel Madya, Surabaya dan bergerak dalam pelayanan KKR ke daerah-daerah di Jawa Timur. Saya berpegang teguh pada firman Tuhan dalam I Timotius 4:12, saya menjadi tim inti termuda di PD tersebut, yang semuanya hamba-hamba Tuhan (Pdt) senior dari seluruh wilayah di Jawa Timur. Kerinduan saya untuk melayani Tuhan semakin berkobar, setelah menikah kami melayani di Kupang, NTT selama 2,5 tahun dan kembali Tuhan membawa saya untuk melayani di Dili, Timor Leste 2 tahun lebih.

Jalan Tuhan sulit dipahami

Tahun 2005, saya menikah dengan isteri saya Nancy di GBI Tampak Siring, kemudian satu bulan setelah itu kami mendapt visi dari Tuhan untuk melayani di Kupang, saya hanya ikut aja tuntunan Tuhan, walaupun di sana tidak ada keluarga dan belum tahu tinggal di mana. Akhirnya Tuhan mempertemukan kami dengan beberapa hamba Tuhan dan bergabung dalam sebuah Persekutuan Doa (PD) yang merupakan cikal bakal berdirinya GBI Kupang (Jl. Ikan Tongkol). Pada awal 2007 Tuhan memanggil saya untuk melayani sepenuh waktu, saya harus tinggalkan pekerjaan saya, sebuah keputusan yang berat dan penuh pertimbangan. Masa transisi yang berat bagi kami sekeluarga pada saat itu, tetapi bukan hanya itu saja, lebih dari 9 bulan setelah pernikahan kami akhirnya Tuhan menjawab doa kami, isteri saya hamil anak pertama. Dengan rutin setiap bulan isteri saya kontrol ke dokter, rasanya sudah tidak sabar untuk melihat anak pertama kami yang dalam kandungan. Pada usia 7 bulan, seperti biasa kami ke dokter kandungan untuk periksa dan USG, hasilnya semua normal, tetapi seminggu setelah pemeriksaan rutin tersebut saya dikagetkan dengan ucapan rekan sepelayanan saya, dia berkata “Pak Moses, koq perutnya ibu Nancy kelihatan agak mengecil?” saya tidak terlalu hiraukan ucapan teman kami tersebut, tetapi setibanya di rumah, seperti biasa saya selalu doakan dan tumpang tangan di perut isteri saya dan selalu ada respon berupa tendangan-tengan atau gerakan dari sang bayi, tetapi malam itu sama sekali tidak ada respon sampai pagi juga tetap sama. Besok sorenya kami putuskan untuk periksa kembali ke dokter, dan setelah diperiksa (USG), raut muka dokter mulai berubah, dokter masih berusaha memeriksa menggunakan beberapa alat yang lain, kemudian dia berhenti sejenak, dengan nada yang berat berkata kepada kami, “Pak, bayinya sudah tidak ada denyut jantungnya, sudah meninggal lebih dari 24 jam...”  Saya langsung lemas, isteri saya menangis sejadi-jadinya. Disaat saya memutuskan melayani sepenuh waktu, tetapi justru Tuhan ijinkan semuanya itu terjadi, bisa saja saya komplain sama Tuhan, tetapi itu tidak kami lakukan, saya dikuatkan dengan sebuah buku kecil yang berjudul “When God doesn't make sense’ kita tidak dapat menyelami pikiran Tuhan dan ada hal-hal tertentu yang tetap menjadi rahasia Allah. Tuhan membuat sesuatu indah pada waktunya, Dia menggantikan apa yang sudah diambil, sekarang kami memiliki sepasang anak (cowok dan cewek).

Dari Dia, oleh Dia dan kepada Dia

Jalan berliku dan terjal seringkali ada di depan perjalan hidup saya, awal tahun 2010 Tuhan membelokkan langkah saya, rencana yang matang untuk hijrah ke Ambon, Tuhan gagalkan, pintu-pintu tertutup semuanya, saya hampir menyerah tetapi akhirnya saya melihat pertolongan dan kasihNya yang membawa saya pada kemenangan demi kemenangan. Bagi saya proses dalam hidup ini harus dinikmati, dijalani karena tidak ada sesuatu yang instan, ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kemuliaan dan kemenangan. Seorang pemalu dan penakut seperti saya, bisa dipakai oleh Tuhan hanya karena sebuah kerinduan yang mendalam untuk melayani-Nya. Kini selain berkhotbah, melayani pelayanan pelepasan, penulis di majalah R1D Mag (diterbitkan oleh GBI Rayon 1D, Kelapa gading), Tuhan juga percayakan saya menjadi guru KOM (d/h SOM), dan untuk memperlengkapi diri dan menambah wawasan, saya sedang melanjutkan progam S2 (M.Th) di STTB The Way. Saya memilik prinsip sedeharna dalam hidup, semua dari Dia, oleh Dia dan kepada Dia. Amin
My Family