Friday, March 7, 2014

Eric Liddell



Academy Award atau disebut juga piala Oscar adalah penghargaan film paling terutama dan bergengsi di Amerika Serikat, digelar setiap tahun untuk penganugerahan dunia perfilman. "Chariots of fire", film yang mengisahkan perjuangan dan tantangan seorang pelari jarak pendek, yaitu Eric Liddell ini terpilih sebagai film terbaik dan meraih piala Oscar pada tahun 1982. Kisah hidup Eric sangat menginspirasi bagi banyak orang, baik dalam ketaatannya, kegigihannya, terutama penghormatannya akan Tuhan.
Eric Henry Liddell berkebangsaan Skotlandia dan merupakan anak dari seorang misionaris dari Britania Raya yang melayani di Cina daratan. Putra kedua dari penginjil James Dunlop Liddell seorang utusan Injil dari London Mission Society ini lahir di Tianjin, Cina Utara pada tanggal 16 Januari1902. Setelah lima tahun bersekolah di Cina, pada usaia enam tahun ia melanjutkan sekolah di Eltham College, Mottingham, sebuah sekolah asrama di Inggris untuk anak-anak misionaris, kemudian melanjutkan ke jenjang universitas di Skotlandia. Eric meninggalkan keluarga besarnya di Cina dan bergabung dengan kakak laki-lakinya di Edinburgh University, Skotlandia.

  
Menjadi Atlet nasional Skotlandia

Bakat olahraga melekat pada Eric, sehingga dia dipercaya untuk menjadi pemain rugby nasional dan mewakili Skotlandia dalam ajang perlombaan tingkat internasional. Selain rugby, pria yang dijuluki dengan "The Flying Scotts" ini juga ditunjuk sebagai kapten regu kriket dan pemegang rekor lari 100 yard (91,44 meter). Dalam kurun waktu yang singkat, Eric menjadi bintang universitas di bidang atletik. Setelah beberapa saat, namanya segera menjadi pusat perhatian di seluruh tanah Skotlandia dan seluruh kerajaan Britania karena prestasinya yang luar biasa dalam berbagai kejuaraan atletik internasional. Pada tahun 1924, Eric mencapai puncak kejayaannya dalam bidang atletik setelah memenangkan medali perunggu dalam cabang lari 200 meter dan medali emas dalam cabang lari 400 meter kejuaraan Olimpiade di Paris.


Menghormati hari Sabat

Eric selalu yakin bahwa ia akan mendapatkan kekuatan dari Tuhan untuk menyelesaikan pertandingan sampai akhir, dengan berlari dan meraih kemenangan sebagai suatu cara untuk memuliakan Tuhan. Ia mengumpamakan perlombaan lari sebagai khotbah. Di arena Olimpiade Paris, Eric memutuskan sesuatu yang mengejutkan dunia. Eric menolak untuk bertanding di arena lari 100 yard, cabang spesialisasinya, karena pertandingan itu diadakan di hari Minggu. Eric memegang teguh keyakinannya untuk menguduskan hari Minggu sebagai harinya Tuhan. Keputusan Eric mendapat kritikan tajam dari khalayak ramai. Publik menuduhnya tidak patriotik (karena menyebabkan hilangnya kesempatan Skotlandia untuk meraih medali emas). Pangeran Wales sendiri mendesak Eric untuk menghormati raja dan negaranya lebih daripada Tuhan. Namun tanggapan Eric atas tekanan ini merupakan teladan yang sangat indah tentang bagaimana kita dapat mempertahankan keyakinan kita dengan sikap yang terhormat. Eric tetap menolak untuk berlari dalam pertandingan yang telah dijadwalkan baginya, dan memilih untuk bertanding dalam nomor yang sebenarnya bukan andalannya.

Penolakannya untuk lari di cabang 100 yard [pada hari Minggu] menunjukkan kepatuhannya dan penghormatannya kepada Tuannya di Surga dengan risiko menerima kemarahan dari tuannya di dunia. Tetapi Eric tetap memutuskan untuk ikut di cabang lari 400 yard yang bukan keahliannya. Salah satu pelatih Eric menyelipkan kertas kecil sebelum pertandingan lari 400 yard (365,76 meter) dimulai yang berisi kutipan dari 1 Samuel 2:30, "'Siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati'. Semoga berhasil dan selamat berjuang."
Pelatih itu tidak salah, Eric memenangkan medali emas untuk cabang lari tersebut. Seandainya Eric tidak memenangkan medali emas pada saat itu pun kepatuhannya terhadap perintah Tuhan patut mendapatkan medali emas. Hidup Eric pada tahun-tahun selanjutnya ditandai dengan keputusan-keputusan yang konsisten dengan kepatuhan dan kesetiaan Eric kepada Kristus.


Kembali ke Cina

Tidak lama setelah olimpiade, ia lulus sekolah, lalu kembali ke Cina Utara melayani sebagai dokter dan misionaris. Dia menjadi pengajar injil dan pengkhotbah populer. Eric menyebarkan injil Kristus di Cina dari tahun 1925 sampai 1943. Ia menikah dengan Florence Mackenzie, anak seorang utusan Injil dari Kanada, di Tientsin tahun 1934. Mereka dikaruniai tiga orang anak perempuan, Patricia, Heather dan Maureen. Tantangan yang harus dihadapi Eric ketika menerima tugas pengabaran Injil di daerah pedalaman Xiaozhang. Pengabaran Injil di Xiaozhang bukanlah hal yang mudah karena daerah itu berada dalam keadaan perang (waktu itu Jepang sudah menjalankan misi ekspansinya ke daratan China). Jika ia menerima tantangan ini berarti Eric harus berpisah dari istrinya yang baru dinikahinya 3 tahun sebelumnya. Selama setahun Eric bergumul dalam doa dan akhirnya ia menerima tugas itu sebagai panggilan yang pasti dari Tuhan.

Hidup para misionaris menjadi terancam ketika Jepang menyatakan perang kepada Inggris. Banyak misionaris dari Eropa meninggalkan daratan China untuk menunggu waktu yang lebih baik untuk kembali ke China. Banyak juga yang berkeras untuk tinggal di China, dan Eric adalah salah satunya. Walaupun pemerintah Inggris meminta warganya untuk meninggalkan negeri itu, namun Eric hanya meminta istrinya dan anak-anak mereka berangkat ke Kanada, sednagkan selama 1941-1943, Eric tetap tinggal di Tientsin. Pada tahun 1943 ia dipenjarakan di Weishien, di camp penjara ia tetap memberitakan injil dan berolahraga. Eric bekerja begitu keras sehingga akhirnya kesehatannya menurun dengan cepat. Tanpa diketahuinya, di kepalanya tumbuh tumor otak yang ganas. Hanya dalam beberapa minggu setelah Eric sakit, pada tanggal 21 Februari 1945 Eric dipanggil untuk menerima upah ketaatannya dari Bapanya yang di surga.


Ketaatan Eric Liddell, dari kejadian di Olimpiade Paris hingga di kamp Weihsien, menjadi suatu tantangan yang indah bagi semua orang Kristen. Dia menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk berbuat baik kepada semua orang, menjadi saksi bagi Tuhan Yesus, dan menjadi contoh ketaatan pada panggilan Tuhan. Karena Injul harus diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahnnya!.



“God made me fast, and when I run, I feel His pleasure (Allah membuatku dapat berlari cepat, dan ketika aku berlari, aku merasakan kegirangan hati-Nya),”
Eric Liddell

Western Wall Tunnel


Setelah pasukan jendral Titus mengadakan pengepungan terhadap Yerusalem, sepanjang satu tahun penuh. Akhirnya, pada tahun 70 M Yerusalem digempur dan diruntuhkan, Bait Allah dihancurkan dan dibakar. Sejak saat itu Bait Allah kedua tidak ada lagi dan tinggal reruntuhan, menyisahkan sebuah tembok sepanjang 485 meter, yang disebut dengan Tembok Barat (western wall) atau tembok ratapan. Kerinduan bangsa Yahudi untuk membangun kembali Bait Suci ketiga terlihat dari doa dan tangis mereka di tembok ratapan. Namun tidak mudah bagi mereka untuk mewujudkan impian membangun bait suci ke tiga, karena kini di Bukit Bait berdiri dua Masjid yaitu Dome of the Rock dan Masjid Al-Aqsa yang merupakan tempat tersuci ke-3 di dunia bagi umat muslim, setelah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah.

Awal Penggalian

Pada abad kesembilan belas, para Rabi terkemuka di Yerusalem sudah mencoba untuk menentukan pengukuran yang tepat dari Tembok Barat dan menjelaskan metode yang digunakan dalam konstruksi, namun informasi mereka tidak lengkap, terutama karena mereka tidak dapat menemukan seluruh panjang tembok. Pertengahan abad ke-19, tahun 1864 peneliti Inggris, Charles Wilson diikuti oleh Charles Warren pada 1867-1870 juga tertarik untuk menggali Tembok Barat. Wilson menemukan sebuah lengkungan yang sekarang disebut "Wilson Arch" sepanjang 12,8 meter. Lengkungan ini diyakini merupakan jembatan yang menghubungkan Bukit Bait menuju kota pada masa Bait Suci ke-dua.

Setelah Perang Enam Hari tahun 1967, ketika Yerusalem Timur direbut kembali dan dibawah kontrol Israel, Departemen Agama Israel mulai penggalian lebih intensef ditujukan untuk mengekspos kelanjutan dari Tembok Barat. Penggalian ini diakukan dengan pengawasan ahli ilimiah dan para rabi, hal ini adalah untuk memastikan stabilitas struktur di atas dan untuk mencegah kerusakan artefak bersejarah dan juga agar tetap berdasar pada hukum Yahudi. Pada tahun 1988 Western Wall Heritage Foundation dibentuk, untuk mengambil alih penggalian dan pemeliharaan tembok doa.
 
Menggali untuk Tuhan dan Negara

Penggalian ini adalah operasi yang sulit, karena berada di bawah lingkungan perumahan yang telah dibangun pada struktur kuno dari masa Bait kedua dan dihuni oleh penduduk Palestina. Selain harus tetap menjaga satbilitas struktur bangunan pemukiman di atas, mereka juga harus mengalihkan limbah dari rumah-rumah ke sistem pembuangan limbah umum. Sebuah organisasi Palestina yang berbasis Yerusalem menduga bahwa Israel telah mulai menggali terowongan bawah tanah baru ke arah Masjid Al-Aqsa, sepanjang 120 meter, dengan lebar 1,5 meter di bawah lingkungan Palestina, Silwan, di  Yerusalem. Namun pengamat independen, Pendeta Jerome Murphy O’Connor dari Institut Injil Prancis di Yerusalem Timur, mengatakan penggalian tersebut tidak membahayakan fondasi Masjid Al Aqsa karena dibangun di atas blok Herodian yang sangat besar yang masih ada di sana.

Seorang sejarawan Israel di Yerusalem, Yovel Baruch mengatakan bahwa apa yang dilakukan Israel saat ini adalah untuk mencari sisa-sisa sejarah Yahudi dan penggalian ini dilakukan sesuai undang-undang Yahudi. Walaupun memicu kontroversi dan protes, dan menyebabkan serangkaian kerusuhan sejak awal penggalian, namun proyek ini tetap dilanjutkan “Mereka menggali untuk Tuhan dan negara.”

Akankah Bait Allah ketiga di bangun?

Setiap hari terlihat truk yang membawa puing-puing dan pasir sisa-sisa dari penggalian, yang mengangkut timbunan ke tempat yang tidak diketahui keberadaannya. Penggalian yang telah berlangsung selama sekitar 40 tahun ini, dilaksanakan sesuai dengan keyakinan Yahudi bahwa di bawah Masjid Al-Aqsa, terdapat sebuah kerajaan kuno tersembunyi yang telah lama hilang. Juru bicara Israel Antiquities Authority (IAA) mengatakan bahwa proyek tersebut adalah murni arkeologi dan terowongan tidak berada di bawah bukit bait, tetapi mengarah ke Kota Daud. Terowongan Bait Suci ini sepenuhnya dibuka untuk umum pada tahun 1996, dan diperlengkapi dengan pencahyaan, pendingin udara, petunjuk arah dan jalur khusus untuk kursi roda. Para peziarah akan diajak melihat kemegahan atau kejayaan Yerusalem pada masa ribuan tahun silam ketika berada dalam terowongan ini, disediakan multimedia yang canggih untuk menggambarkan peristiwa pembangunan bait suci sampai penghancuran bait kedua.
Selama penggalian, otoriatas kepurbakalaan Israel mengumumkan telah banyak menemukan benda-benda arkeologis yang penting dan langka. Kamar-kamar dan aula-aula ditemukan, juga ditemukannya sebagian jalan dari jaman Bait Allah yang kedua beserta terowongan air dari Zaman Hasmonian. Juga ditemukan batu fondasi terbesar, dengan panjang 60 meter dna lebar 3 meter serta tinggi 4 meter dari permukaan (sebagian ada di tanah), beratnya mencapai 570 ton. Sebagai perbandingan, batu terbesar Great Piramyd di Mesir hanya 11 ton.  Menjadi pertanyaan besar, benarkah penggalian hanya murni untuk kepentingan arkeologi, seperti paparan dari  otoriatas kepurbakalaan Israel? ataukah ada misi rahasia dibalik operasi ini, mengingat pendanaan mega proyek tersebut dari Elad, kelompok pemukim garis keras yang berusaha untuk memperluas kehadiran Yahudi di Yerusalem timur yang diduduki dan dianeksasi.

Apapun misi dari operasi Israel di bawah Bukit Bait yang telah berdiri 2 masjid ini, telah menyulut berbagai ketegangan dan juga kritikan dunia internasional. Namun penggalian tetap dilanjutkan hingga kini,  jika kerinduan dan ratapan dari Israel untuk membangun kembali bait suci di lokasi yang sekarang sedang di gali, berarti nubuatan besar akhir zaman sedang digenapi, dan sebagai suatu tanda bahwa kedatanagan-Nya sudah semakain dekat, bersiaplah!.