Semenjak Bait Allah ke II dihancurkan oleh
pasukan Romawi di bawah pimpinan Jendral Titus pada tahun 70 Masehi, orang
Yahudi sebenarnya sudah tidak mempunyai tempat suci untuk beribadah lagi. Dan
juga diingat bahwa pada tahun 123 masehi hampir sebagian besar orang Yahudi
tidak diperkenankan lagi berada di daerah ini, mereka diusir keluar dari tanah
ini. Hanya
sekelompok kecil orang Yahudi yang masih ada di daerah tersebut mencari sisa
peninggalan dari Bait Allah dan mereka menemukan sisa tembok luar sebelah barat
dari Bait Allah. Tembok luar di sebelah barat Bait Suci Yahudi disebut Tembok
Ratapan ini , akhirnya menjadi tempat paling suci bagi umat Yahudi dunia karena
menurut tradisi para rabbi, tempat ini dalam arti tertentu berperan sebagai
pengganti Bait Suci. Tembok Ratapan ini berbatasan langsung dengan Masjid
Al-Aqsa dan Masjid Omar. Bagi kaum muslim, tembok ini merupakan dasar dari
Masjid Suci Al-Aqsa.
Tempat
yang suci
Tembok yang dibangun oleh Raja Herodes
Agung pada tahun 20 sebelum Kristus, yang dalam bahasa Ibrani disebut “HaKotel Ha’Ma’aravi”, artinya tembok
sebelah barat ini awalnya memiliki panjang 485 meter, tersembunyi oleh
bangunan-bangunan yang berdiri disekelilingnya. Namun sampai bulan Juni 1967
bagian dinding yang dapat diakses tidak lebih dari 28 meter saja. Tempat ini
kemudian dianggap sakral atau menjadi tempat yang suci bagi orang Yahudi baik
secara tradisi maupun religi, karena merupakan tembok yang terdekat dengan
tempat Ruangan Maha Kudus, tempat dimana dianggap ada "kehadiran
Yahweh" yang tidak pernah pergi dari situ dan salah satu bagian yang tidak
berhasil dihancurkan oleh tentara Romawi, tetap berdiri dengan keseluruhan
panjangnya yang tetap utuh.
Di depan Tembok Ratapan ada suatu lorong
dengan jalan berbatu selebar 3,5 meter yang berbatasan dengan daerah hunian
kumuh. Tembok yang berada diatas tanah terdiri dari 24 baris batu yang berbeda
dan dari zaman yang berbeda pula. Tinggi totalnya mencapai 18 meter (6 meter
diatas ketinggian Temple Mount). Tembok Barat ini berdiri diatas 7 lapisan batu
yang sangat besar yang menjadi fondasinya, terdiri dari 21 barisan batu di
dalam tanah dan 24 barisan batu diatas tanah (catatan: angka 7, 21 (3), dan 24
(6) memiliki nilai religius tersendiri secara tradisi Yahudi). Bagian tembok
yang diatas terdiri dari empat barisan yang lebih kecil yang berasal dari
periode zaman Romawi dan Byzantium. Bagian-bagian tertentu di bagian atas
merupakan konstruksi tambahan/perbaikan dari zaman pendudukan Islam sampai abad
13. Untuk mengimbangi tekanan
alami dari belakang Tembok Barat, setiap barisan batu dibuat mundur sepanjang beberapa centimeter, dengan demikian tembok tersebut mengalami sedikit kemiringan ke arah timur, hal ini menjadikan Tembok Barat memiliki kestabilan yang "tidak biasa" dalam hitungan matematik.
alami dari belakang Tembok Barat, setiap barisan batu dibuat mundur sepanjang beberapa centimeter, dengan demikian tembok tersebut mengalami sedikit kemiringan ke arah timur, hal ini menjadikan Tembok Barat memiliki kestabilan yang "tidak biasa" dalam hitungan matematik.
Tempat
berdoa dan meratap
Tembok ini dulunya dikenal hanya sebagai
Tembok Barat, tetapi kini disebut "Tembok Ratapan" karena di situ
orang Yahudi berdoa dan meratapi dosa-dosa mereka dengan penuh penyesalan dan meratapi
kehancuran Bait Suci sambil berharap bahwa suatu saat jika Tuhan memang
berkenan, Bait Suci tersebut akan dibangun kembali, dan juga meratapi akan
tersebarnya sebagian besar bangsa Yahudi di seluruh dunia. Selain mengucapkan
doa-doa mereka, orang Yahudi juga meletakkan doa mereka yang ditulis pada
sepotong kertas yang disisipkan pada celah-celah dinding itu. Untuk memisahkan
antara laki-laki dan perempuan, dinding ini dibagi dua dengan sebuah pagar
pemisah (mechitza). Orang Yahudi Ortodoks percaya bahwa mereka tidak boleh
berdoa bersama-sama dengan kaum perempuan.
Selama Yerusalem berada di bawah kuasa
Yordania (1948-1967), orang-orang Yahudi tidak dapat berdoa di tempat ini.
Tetapi setelah Yerusalem dipersatukan kembali, orang-orang Yahudi merubuhkan
semua gubug di sekitar tembok ini, lalu membuka sebuah lapangan raya di
sekelilingnya, suatu area besar yang dapat menampung ratusan ribu orang
sekaligus. sehingga sekarang mereka dapat berdoa dan berkumpul di sini dengan
leluasa. Setiap jam, siang dan malam, tanpa peduli akan musim, di dekat tembok
ini dapat dijumpai orang-orang Yahudi yang berdoa. Demikianlah mereka merdeka
untuk menjalankan tradisi ritual mereka di Tembok Ratapan. Sampai hari ini mereka
selalu menyentuh Tembok Barat dengan tangan dan kepala dan meratap dengan air
mata. Mereka menyelipkan kertas-kertas doa diantara batu-batuan tembok. Dalam
empat puluh tahun lebih (sejak 1967) bekas-bekas tangan dan kepala serta air
mata mereka telah menjadikan permukaan dinding Tembok Barat berubah warna dan
rasa - mulai dari dasar tembok sampai setinggi orang dewasa, permukaan batunya
berbeda. Tembok Ratapan seakan disemir dan dipoles oleh sentuhan tangan para
pendoa, diusap oleh rambut para pendoa, dan dimeteraikan oleh air mata para
pendoa untuk satu pengharapan: Hadirnya kembali Bait Suci.
Simbol
penyatuan
Selain sebagai tempat yang suci, tempat
untuk berdoa dan meratap bagi orang Yahudi, tempat ini juga menjadi tempat
komuni bagi bangsa ini untuk menyatakan "kesatuan nasional" di abad
ini dengan menyatukan visi sejarah dan kemuliaan Israel di masa depan dengan
terus "meratap" kepada Allah dalam suatu wujud pertobatan nasional
dengan berharap Bait Suci Ketiga Yahudi akan segera dibangun kembali di
tempatnya semula. Tembok Ratapan telah mengumpulkan semua orang Yahudi di
seluruh dunia untuk penyatuan visi, penyatuan doa dan penyatuan pengharapan. Sebagaimana
yang Tuhan kehendaki bagi setiap umatNya untuk tetap dalam kesehatian,
kebersamaan dan kesatuan sebagai satu dalam tubuh Kristus.
No comments:
Post a Comment