Tuesday, May 21, 2013

Susana Annesley


Ibu Kristen sejati”

Anak bungsu dari 25 bersaudara ini lahir pada 20 Januari 1669 di Inggris, Susana Annesley adalah putri dari pasangan Dr. Samuel Annesley dan Mary White. Walapun Susana tidak tidak pernah memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal, karena pada saat itu Inggris hanya menyediakan sekolah bagi anak laki-laki, namun dengan penuh ketekunan Ia belajar di perpustakaan pribadi milik ayahnya, Ia belajar dibawah bimbingan orang tuanya.

Dibesarkan dalam kelurga pendeta

Sebagai seorang pendeta, ayah susana selalu menekankan tentang pendidikan iman dan mendorong anak-anaknya untuk mempelajari Alkitab. Didikan sang ayah membuahkan hasil, disamping memang Susana merupakan anak bungsu yang dianggap paling cantik parasnya , ia juga dianggap lebih cerdas dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Pada saat berusia 13 tahun, ia sudah bisa membaca dalam tiga bahasa yang cukup penting yakni bahasa Ibrani (bahasa Perjanjian Lama), bahasa Yunani (bahasa Perjanjian Baru) dan Bahasa Latin (bahasa Alkitab Septuaginta). Dan yang lebih luar biasa dari Susana, ia mampu beragumentasi dan berdebat tentang topik-topik teologi dengan ayahnya yang merupakan seorang pendeta.  Tentunya semua ini tidak terlepas dari kegemarannya membaca koleksi buku-buku ayahnya dan juga tentu tidak terlepas dari sistem pendididkan yang diterapkan sang ayah semasa mereka masih kecil dan dukungan dari kakak-kakaknya. Pendeta Dr. Samuel Annesley selalu mendorong anak-anaknya untuk belajar bebas mengutarakan pendapat dalam segala hal.

Sistem dan pola pikir yang bebas ini memungkinkan Susana pindah dari gereja ayahnya dan bergabung di Gereja Anglikan karena ada beberapa hal yang tidak ssesuai dengan pemahaman dan konsep dari Susana, salah satu konsep teologianya yang  bertentangan dengan sang ayah yaitu Sosianisme yang anti Tritunggal, namun ayahnya sangat menghargai keputusan yang diambil oleh putrinya tersebut. Jadi sejak kecil Susana sudah dibekali dengan prinsip-prinsip firman Tuhan dan itulah yang terus dia pegang dan lakukan ketika sudah berkeluarga.

Menjadi isteri pendeta

Susana Annesly menikah pada 11 November 1688 dengan Samuel Wesley, seorang mahasiswa teologia yang terkenal pandai dan cerdas.  Pada waktu masih pacaran, mereka berdua banyak menghabiskan waktu untuk berdiskusi masalah-masalah teologia.  Setelah tujuh tahun mereka berpacaran, akhirnya Samuel Wesley membawa Susanna Annesley ke jenjang pernikahan menuju bahtera rumah tangga dan sejak saat itu ia di kenal sebagai Susana Wesley. Sebagai istri pendeta, Susana tampaknya tidak ingin berdiam diri, ia sangat merindukan anak-anaknya menjadi besar dan berhasil sebagai anak-anak kristen.

Ia dikaruniakan oleh Tuhan sembilan belas orang anak, dan sembilan diantaranya meninggal pada waktu masih bayi. Anak sulung Susanna diberi nama seperti nama ayahnya yaitu Samuel, sedang anak keduanya bernama Susana. Peranan Susana sebagai isteri cukup berpengaruh untuk mengatur roda  kehidupan  rumah tangganya. Sejak kecil ia hidup dengan penuh disiplin dan hal itu juga diterapkannya di dalam kehidupan rumah tangganya.  Bahkan ia diawal-awal pernikahannya sempat terjadi ketegangan, karena Susana dan suaminya punya kebiasaan yang berbeda, Samuel sudah terbiasa dengan hidup tidak teratur. Susana harus memaksa Samuel untuk bangun pagi setiap hari, makan pagi bersama, bahkan jatah makananpun diatur sedemikian rupa, dan tidak boleh makan sesuka hatinya.

Selain mengatur dan menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga sehari-hari, ia juga membantu suaminya mempersiapkan kotbah-kotbah dan membantu mengingatkan jadwal kunjungan. Ditengah-tengah segala kesibukan ini, Susana masih menyempatkan diri untuk membaca buku-buku pengetahuan baru selama dua jam setiap hari.


Buah-buah karya rohaninya

"Tidak ada yang lebih saya harapkan selama hidup ini kecuali melayani anak-anak yang telah saya lahirkan. Saya mau apabila hal ini berkenan bagi Allah, menjadi alat-Nya melakukan semua yang baik bagi jiwa-jiwa mereka," itulah harapan dari Susana, dalam segala keterbatasan finansial yang mereka alami, tetapi dia tetap berjuang untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya dengan satu cita-cita agar anak-anaknya berhasil.

Ia selalu memberi tugas membaca kepada anak-anaknya satu pasal dalam perjanjian baru untuk bacaan pagi dan satu pasal perjanjian lama untuk bacaan malam, dan membaca Mazmur duakali setiap hari. Ia sangat yakin bahwa tidak ada buku yang setara dengan Alkitab dalam mendidik anak-anak ataupun orang dewasa dalam pertumbuhan rohani. Selain itu di dalam hal mendidik anak, setiap malam sebelum anak-anaknya tidur, Susana selalu mendoakan mereka satu persatu, baru kemudian ia pergi tidur.

Sebenarnya ada begitu banyak peristiwa-peristiwa dan masa-masa sulit yang dihadapi oleh rumah tangga Susana dan Samuel, mereka dua kali mengalami kebakaran rumah yang hampir merenggut nyawa salah satu anaknya, belum lagi masalah hutang yang melilit mereka, sehingga suaminya harus dipenjara. Namun itu semua tidak dapat melemahkan iman dan perjuangannya sebagi seorang ibu dan isteri pendeta dan kerinduannya untuk melayani Tuhan. Setiap minggu ia juga mengajar anak-anak sekolah minggu dan ketika  suaminya pelayanan ke luar kota, ia memakai kesempatan untuk mengumpulkan orang-orang untuk bersekutu dan mengajarkan firman Tuhan. Setiap minggu hampir dua ratus orang yang ikut dalam persekutuan itu, keberhasilannya menimbulkan iri hati pendeta pengganti suaminya dan suaminya sendiri tidak setuju dengan yang dilakukan istrinya.

Kegigihan, kedisiplinan dan ketaatannya terhadap firman Tuhan juga pendidikan iman dan kerohanian yang telah diberikan kepada anak-anaknya tidaklah sia-sia tetapi membuahkan hasil, anak-anak Susana menemukan panggilan hidup masing-masing dan dua diantaranya menjadi tokoh pendiri gereja yaitu John Wesley dan Charles Wesley. John pendiri gereja Methodist sedang Charles seorang musisi musik gerejawi yang telah menciptakan ribuan lagu-lagu rohani, yang masih dinyanyikan di gereja sampai hari ini.

Tahun 1742 pada usia 73 tahun, ia meninggal dunia. Susana Annesly-Wesley dikenang sebagai ibu yang yang memiliki peran dalam mengubah dunia, memberikan pengaruh pada zaman itu dan sampai sekarang dapat memberikan inspirasi dan memotivasi para orang tua khusunya ibu-ibu kristen dalam peranannya sebagai isteri dan ibu untuk anak-anaknya. 

No comments:

Post a Comment