“Ibu Kristen sejati”
Anak bungsu dari 25 bersaudara ini lahir
pada 20 Januari 1669 di Inggris, Susana Annesley adalah putri dari pasangan Dr.
Samuel Annesley dan Mary White. Walapun Susana tidak tidak pernah memiliki kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan formal, karena pada saat itu Inggris hanya
menyediakan sekolah bagi anak laki-laki, namun dengan penuh ketekunan Ia
belajar di perpustakaan pribadi milik ayahnya, Ia belajar dibawah bimbingan
orang tuanya.
Dibesarkan dalam
kelurga pendeta
Sebagai seorang
pendeta, ayah susana selalu menekankan tentang pendidikan iman dan mendorong anak-anaknya untuk
mempelajari Alkitab. Didikan sang ayah membuahkan hasil, disamping memang Susana
merupakan
anak bungsu yang dianggap paling cantik parasnya , ia juga dianggap lebih cerdas
dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Pada saat berusia 13 tahun,
ia sudah bisa membaca dalam tiga bahasa yang cukup penting yakni bahasa Ibrani
(bahasa Perjanjian Lama), bahasa Yunani (bahasa Perjanjian Baru) dan Bahasa
Latin (bahasa Alkitab Septuaginta). Dan yang lebih luar biasa dari Susana, ia
mampu beragumentasi dan berdebat tentang topik-topik teologi dengan ayahnya
yang merupakan seorang pendeta. Tentunya
semua ini tidak terlepas dari kegemarannya membaca koleksi buku-buku ayahnya
dan juga tentu tidak terlepas dari sistem pendididkan yang diterapkan sang ayah
semasa mereka masih kecil dan dukungan dari kakak-kakaknya. Pendeta Dr. Samuel
Annesley selalu mendorong anak-anaknya untuk belajar bebas mengutarakan
pendapat dalam segala hal.
Sistem dan pola pikir yang bebas ini
memungkinkan Susana pindah dari gereja ayahnya dan bergabung di Gereja Anglikan
karena ada beberapa hal yang tidak ssesuai dengan pemahaman dan konsep dari
Susana, salah satu konsep teologianya yang
bertentangan dengan sang ayah yaitu Sosianisme yang anti Tritunggal,
namun ayahnya sangat menghargai keputusan yang diambil oleh putrinya tersebut.
Jadi sejak kecil Susana sudah dibekali dengan prinsip-prinsip firman Tuhan dan
itulah yang terus dia pegang dan lakukan ketika sudah berkeluarga.
Menjadi
isteri pendeta
Susana Annesly menikah pada 11 November
1688 dengan Samuel Wesley, seorang mahasiswa teologia yang terkenal pandai dan
cerdas. Pada waktu masih pacaran, mereka
berdua banyak menghabiskan waktu untuk berdiskusi masalah-masalah teologia. Setelah tujuh tahun mereka berpacaran,
akhirnya Samuel Wesley membawa Susanna Annesley ke jenjang pernikahan menuju
bahtera rumah tangga dan sejak saat itu ia di kenal sebagai Susana Wesley.
Sebagai istri pendeta, Susana tampaknya tidak ingin berdiam diri, ia sangat merindukan anak-anaknya
menjadi besar dan berhasil sebagai anak-anak kristen.
Ia dikaruniakan oleh Tuhan sembilan belas orang anak,
dan sembilan diantaranya meninggal pada waktu masih bayi. Anak sulung Susanna
diberi nama seperti nama ayahnya yaitu Samuel, sedang anak keduanya bernama
Susana. Peranan
Susana sebagai isteri cukup berpengaruh untuk mengatur roda kehidupan
rumah tangganya. Sejak kecil ia hidup dengan penuh disiplin dan hal itu
juga diterapkannya di dalam kehidupan rumah tangganya. Bahkan ia diawal-awal pernikahannya sempat
terjadi ketegangan, karena Susana dan suaminya punya kebiasaan yang berbeda,
Samuel sudah terbiasa dengan hidup tidak teratur. Susana harus memaksa Samuel
untuk bangun pagi setiap hari, makan pagi bersama, bahkan jatah makananpun
diatur sedemikian rupa, dan tidak boleh makan sesuka hatinya.
Selain mengatur dan menjalankan perannya sebagai ibu
rumah tangga sehari-hari, ia juga membantu suaminya mempersiapkan kotbah-kotbah
dan membantu mengingatkan jadwal kunjungan. Ditengah-tengah segala kesibukan
ini, Susana masih menyempatkan diri untuk membaca buku-buku pengetahuan baru
selama dua jam setiap hari.
Buah-buah
karya rohaninya
"Tidak
ada yang lebih saya harapkan selama hidup ini kecuali melayani anak-anak yang
telah saya lahirkan. Saya mau apabila hal ini berkenan bagi Allah, menjadi
alat-Nya melakukan semua yang baik bagi jiwa-jiwa mereka," itulah harapan dari Susana, dalam
segala keterbatasan finansial yang mereka alami, tetapi dia tetap berjuang
untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya dengan satu cita-cita agar
anak-anaknya berhasil.
Ia selalu memberi tugas membaca kepada anak-anaknya
satu pasal dalam perjanjian baru untuk bacaan pagi dan satu pasal perjanjian
lama untuk bacaan malam, dan membaca Mazmur duakali setiap hari. Ia sangat
yakin bahwa tidak ada buku yang setara dengan Alkitab dalam mendidik anak-anak
ataupun orang dewasa dalam pertumbuhan rohani. Selain itu di dalam hal mendidik
anak, setiap malam sebelum anak-anaknya tidur, Susana selalu mendoakan mereka
satu persatu, baru kemudian ia pergi tidur.
Sebenarnya ada begitu banyak peristiwa-peristiwa dan
masa-masa sulit yang dihadapi oleh rumah tangga Susana dan Samuel, mereka dua
kali mengalami kebakaran rumah yang hampir merenggut nyawa salah satu anaknya,
belum lagi masalah hutang yang melilit mereka, sehingga suaminya harus dipenjara.
Namun itu semua tidak dapat melemahkan iman dan perjuangannya sebagi seorang
ibu dan isteri pendeta dan kerinduannya untuk melayani Tuhan. Setiap minggu ia
juga mengajar anak-anak sekolah minggu dan ketika
suaminya pelayanan ke luar kota, ia memakai kesempatan untuk
mengumpulkan orang-orang untuk bersekutu dan mengajarkan firman Tuhan. Setiap
minggu hampir dua ratus orang yang ikut dalam persekutuan itu, keberhasilannya menimbulkan iri hati pendeta
pengganti suaminya dan suaminya sendiri tidak setuju dengan yang dilakukan
istrinya.
Kegigihan, kedisiplinan dan ketaatannya
terhadap firman Tuhan juga pendidikan iman dan kerohanian yang telah diberikan
kepada anak-anaknya tidaklah sia-sia tetapi membuahkan hasil, anak-anak Susana
menemukan panggilan hidup masing-masing dan dua diantaranya menjadi tokoh
pendiri gereja yaitu John Wesley dan Charles Wesley. John pendiri gereja
Methodist sedang Charles seorang musisi musik gerejawi yang telah menciptakan
ribuan lagu-lagu rohani, yang masih dinyanyikan di gereja sampai hari ini.
Tahun 1742 pada usia 73 tahun, ia meninggal dunia. Susana
Annesly-Wesley dikenang sebagai ibu yang yang memiliki peran dalam mengubah
dunia, memberikan pengaruh pada zaman itu dan sampai sekarang dapat memberikan
inspirasi dan memotivasi para orang tua khusunya ibu-ibu kristen dalam
peranannya sebagai isteri dan ibu untuk anak-anaknya.
No comments:
Post a Comment