Pdt. Petrus Octavianus merupakan
anak bungsu dari tujuh bersaudara, yang dilahirkan pada 29 Desember 1928 di
Desa Laes, Kecamatan Rote Barat Daya, Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.
Seorang anak petani miskin ini sejak awal
sudah akrab dengan derita, belum genap usia dua tahun ayahnya sudah meninggal.
Derita yang dialami Pak Octav, begitu panggilan akrabnya, tidak membuatnya
putus asa tetapi justru memacu semangatnya untuk terus maju dan berjuang.
Perjalan Panjang
Panjang jalan berliku harus
ditempuh sebelum Pak Octav berkarya di Batu, setelah diasuh seorang kerabatnya,
Pak Octav bisa masuk sekolah dasar, kemudian secara meloncat-loncat, sekolah di
Kupang dan akhirnya terdampar di Surabaya. Sambil sekolah di Sekolah Guru Atas
Surabaya, Pak Octav juga mengumpulkan kaleng bekas, dibersihkan untuk dijual
sebagai biaya hidup.
Berkat kegigihan dan ketekunannya
serta oleh anugerah Tuhan, maka ia mendirikan Yayasan Persekutuan Pekabaran
Injil Indonesia (YPPII) di Jalan Trunojoyo, Batu pada 4 Maret 1961, yang
kemudian disahkan PN Malang, pada 13 September 1969. Saat itu pun, tak banyak
orang yang percaya bahwa di tanah gersang dan hanya ada rumah berdinding gedeg
(bambu) tempat keluarga Pak Octavianus tinggal dan melayani akan hadir sebuah
yayasan Kristen yang memiliki cakupan pelayanan begitu luas seperti saat ini, dan
berbagai lembaga pendidikan/latihannya melahirkan ratusan kader, penginjil dan
petugas yang termotivasi oleh semangat tinggi seorang Petrus Octavianus.
Semakin Melejit
Ketekunan doa dan perkenanan
Tuhan membuat anak yatim asal Rote tersebut berhasil menapak ke atas, meraih
gelar Doctor of Divinity dari Biola University di Los Angeles, AS, tahun 1980, serta
Doctor of Philosophy dari Kennedy Western University, Wyoming, AS, tahun 1999.
Segudang pengalaman dan karir baik dalam pelayanan di dalam negeri maupun luar
negeri patut kita berikan apresiasi yang tinggi. Disamping sebagai founder dari
YPII Batu, beliau juga sebagi ketua pendiri Persekutuan Gereja-gereja dan
Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) yang dahulu bernama PII serta pendiri Gereja
Misi Injili Indonesia (GMII) sebelumnya bernama Gereja Pekabaran Injil
Indonesia (GPII). Pak Octav juga sering disebut sebagai tokoh Kristen dan
peletak dasar gerakan Injili dan kekristenan modern di Indonesia.
Pelayanan Pak Octav telah diterima
secara luas di Indonesia, sehingga tanggal 29 Juni 2000, Presiden Republik
Indonesia: Bapak KH Abdurrahman Wahid beserta isteri dan rombongan para pejabat
Pemerintah berkunjung di kediamannya di Batu, Jawa Timur. Dalam pidatonya Gus
Dur mengatakan: "Saya baru pertama kali ini datang kemari, walaupun sudah
lama mendengar apa yang dikerjakan oleh Pak Octavianus. Beliau merupakan contoh
dari orang yang berjuang untuk kepentingan sesama melalui agamanya."
Petrus Octavianus pernah menjadi
politikus, pimpinan Parkindo, tetapi akhirnya meninggalkan semua itu untuk
sepenuhnya bekerja di ladang Tuhan dengan menjadi pendeta. Pengalaman sebagai
pendeta membawanya mengembara melayani umat di lebih dari 85 negara di lima
benua, ia pernah ditahan 10 hari di China karena berceramah tanpa izin.
Pendeta Octavianus punya hubungan
yang dekat dengan Amerika Serikat, selain bersahabat dengan Billy Graham, seorang
penginjil tingkat dunia, juga pernah
diundang makan Presiden Jimmy Carter pada acara peringatan 200 tahun kemerdekaan
Amerika Serikat, Pak Octav termasuk segelintir orang di Indonesia yang
mempunyai hotline dengan White House.
Kedekatan dengan AS juga terbukti bahwa sejak tahun 1987 Sampai saat
pemerintahan Presiden George W Bush, beliau selalu diundang menghadiri acara
National Prayer Breakfast (NPB). NPB adalah suatu acara yang secara reguler
diadakan pemerintah AS yang menghadirkan para tokoh politik dan rohaniawan..
Seorang
ayah yang menjadi teladan
Dari lembaga pelatihan dan pendidikan
yang didirikannya telah melahirkan anak-anak rohani yang berkarya dan
menempati posisi atau jabatan strategis di masyarakat. Gaya hidup yang
sederhana, tidak mudah menyerah dan penuh ketekunan memberikan teladan bagi
anak-anak rohaninya dan juga delapan anaknya, buah pernikahan Pak Octav dengan
Ibu Henriene Mone, yang semuanya sudah menjadi sarjana dalam beragam disiplin
ilmu.
Dia adalah suami dan ayah yang patut
dipanut, dihormati dan dikasihi, karena mencintai dan mengasihi keluarganya.
Sebab, meskipun seperti dikisahkan dalam otobiografinya Hidupku untuk Tuhan dan Sesama, Petrus Octovianus selalu pergi dan
berada di tengah-tengah mereka yang dilayani, tetapi dia tetap seorang ayah
bagi putra-putrinya dan suami terkasih bagi istrinya dengan memberikan
perhatian dan kasihnya.
Pemimpin
yang Futurolog
Kegemaran mengajar mengantarnya
menjadi penulis buku yang sangat produktif. Sudah banyak buku berbahasa
Indonesia dan bahasa Inggris yang dia tulis mengenai agama, kehidupan
masyarakat, manajemen, dan pemerintahan. Dalam buku yang bertajuk "Menuju
Indonesia Jaya (2005-2030) dan Indonesia Adidaya (2030-2055)” Jilid I-III yang
berisi Solusi Masalah Bangsa Indonesia dan Benang Merah Pembangunan, diawali
dengan sebuah visi dan mimpi yang besar bahwa bangsa indonesia akan menjadi
bangsa yang jaya bahkan adidaya. Buku jilid I hanya diselesaikan hanya dalam 45
hari. Sebagai seorang pelayan Tuhan “berkaliber” internasional, Pendeta Petrus Octavianus
meyakini apa yang ia imani itu akan menjadi kenyataan. “Tuhan banyak memberikan
visi kepada saya. Dan visi Tuhan itu selalu saya imani dan tidak pernah salah,”
katanya.
Berjalan dalam visi dan iman
mengantarkan kesuksesan bagi Pak Octav, walaupun memliki segudang alasan untuk
menyerah dengan keadaan, untuk hanya meratapi penderitaannya, tetapi tidak
dipilih oleh tokoh Injili ini, dia memilih untuk bangkit dan menatap jauh ke
depan, dengan mimpi-mimpi yang besar. Sungguh merupakan seorang pemimpin yang
tidak mudah tergoncangkan!