Kidung
Agung dalam bahasa Ibrani disebut שיר השירים (Syir-hasy-syirim) atau Song of Songs dalam bahasa Inggris,
secara harafiah berarti kidung dari antara kidung, kidung pilihan, kidung
terbaik, paling indah[1].
Kitab ini dianggap sebagai nyanyian pernikahan yang terbaik yang pernah
digubah. Nama kitab ini diambil dari ayat pertama”Kidung Agung dari Salomo”.
Kitab
Kidung Agung merupakan yang pertama dari lima gulungan (meggilot) dalam kanon
Ibrani yang digunakan dalam perayaan-perayaan hari raya Yahudi, Kidung Agung
sendiri biasanya dibaca pada saat hari raya pasakah. Kitab ini ditulis oleh
Salomo sekitar tahun 960 SM.
Ciri-ciri khas Kidung Agung
Kidung
Agung merupakan sebuah kitab yang unik karena berisisi syair cinta[2],
selain itu ada beberapa ciri menarik lainnya dari kitab ini yang berbeda dengan
dengan kitab-kitab lain dalam Alkitab, diantaranya:
- Merupakan satu-satunya kitab dalam Alkitab yang
khusus membahas kasih unik di antara dua orang mempelai. Seluruh kitab ini
melukiskan masa bercumbu-cumbuan dan kasih pernikahan, khususnya
kebahagiaan orang yang baru menikah.
- Kitab ini merupakan karya sastra akbar yang penuh
dengan kiasan sensual yang sopan, terutama diambil dari alam. Aneka metafora
dan bahasa deskriptif melukiskan perasaan, kuasa, dan keindahan dari kasih
pernikahan yang romantis, yang dipandang murni dan suci pada zaman
Alkitab.
- Kitab ini termasuk salah satu dari sejumlah kecil
kitab PL yang tidak dikutip atau disinggung dalam PB.
- Merupakan satu dari dua kitab (bd. kitab Ester)
PL yang tidak secara jelas menyebutkan Allah (sekalipun beberapa naskah
berisi petunjuk kepada "Tuhan" dalam Kid 8:6).
Kidung
Agung ditafsirkan sebagai sebuah representasi kiasan dari hubungan Allah dengan
Israel atau dengan orang Kristen atau dengan Gereja, atau Kristus
dengan jiwa manusia, yang sangat intim sehingga
diibaratkan seperti hubungan perkawinan[3].
Kanonisitas
Telah
menjadi perdebatan dan pertanyaan besar sejak dahulu, kenapa kitab Kidung
asmara seperti ini bisa masuk ke dalam Perjanjian Lama?. Meskipun Kitab ini dianggap
Kontroversial oleh karena keunikan isinya yang dianggap membicarakan hal-hal
yang bersifat erotis dan tabu yang di pandang tidak seharusnya masuk ke dalam
kanon Alkitab, sehingga hampir jarang dikhotbahkan oleh beberapa hamba Tuhan.
Namun ternyata Kidung Agung telah terlebih dahulu dimasukkan dalam Kanon Yahudi,
kitab Kidung Agung dimasukkan dalam Tanakh Ibrani (Kitab suci Yahudi). Selain
itu juga masuk dalam Septuaginta (terjemahan Tanakh dalam bahasa Yunani). Septuaginta
lebih tua 7 abad dari pada konsili Nicea yang menghasilkan Kanon Alkitab.
Bukan
tanpa adanya penolakkan oleh kaum Yahudi untuk memasukkan kitab Kidung Agung ke
dalam Kanon mereka, tetapi dipenuhi dengan pertentangan. Kitab ini memang tidak
secara langsung diterima ke dalam kanon Yahudi, seperti nampak secara tidak
langsung dalam Misyna, “Seluruh dunia tidak ada nilainya bila dibandingkan
dengan hari pada waktu Kidung Agung diberikan kepada Israel, semua kitab-kitab
adalah kudus, dan Kidung Agung adalah yang maha kudus (Misyna Yadim 3:5)[4].
Sastra dalam Kidung Agung
Susunan
dalam kitab Kidung Agung memang tidak mudah dikenali, ayat-ayatnya sering
diulang kembali. Pembagian dalam kitab ini tidak didasarkan atas pikiran
sistematis, melainkan oleh irama kidung sendiri[5].
Kitab Kidung Agung bukanlah tulisan himat, karena bentuknya yang menonjol
adalah puisi cinta, bukan pengajaran atau perdebatan. Bentuk-bentuk lain yang
ada dalam kitab ini, antara lain:
1. Rumusan
sumpah (Kid 2:7, 3:5, 5:8, 8:4), memperlihatkan betapa kuatnya teman-teman sang
gadis mendukung penyerahan dirinya dan betapa sungguh-sungguh ia ingin bebas
bersama-sama dengan kekasihnya tanpa diganngu.
2. Nyanyian
menggoda (Kid. 1:7-8) yang mengkap senda gurau antara dua kekasih yang ingin
bersama-sama
3. Nyanyian
kebanggaaan (Kid. 6:8-10, 8:11), yang mengungkapkan kesukaan sang kekasih
terhadap keuinikan gadisnya, kesukaan yang juga dirasakan oleh teman-teman yang
bersama-sama memujinya.
4. Ajakan
untuk bercinta (Kid. 2:5, 4:16, 7:11-13, 8:14), yang diajukan oleh sang gadis,
biasanya dalam bentuk perintah.
Ada
beberapa tafsir yang dipakai untuk bisa memahami Kidung Agung, diantaranya:
a. Tafsir
Alegoris, dimana seluruh arti dan maksud teks bukan terletak pada
kalimat-kalimat hurufiah didalamnya tetapi pada arti rohani yang dikandungnya.
b. Tafsir
Tipologis, metode ini berusaha mempertahankan pengertian harafiah puisi itu
dengan menekankan tema-tema utama tentang kasih dan pengabdian, bukan tentang
rincian kasih itu[6].
c. Tafsir
dramatis, memandang kitab ini sebagai drama yang memuji cinta kasih yang
sifatnya lebih dari cinta jasmani saja[7].
Pembagian dalam Kidung Agung
Berdasarkan
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, secara garis besar kitab Kidung agung
dibagi dalam beberapa bagian:
I. Syair Pertama: Mempelai Wanita Merindukan Mempelai Laki-Laki (Kid 1:2-2:7)
1.
Kerinduannya Diungkapkan (Kid 1:2-4a)
2.
Dukungan Para Sahabatnya (Kid 1:4b)
3.
Pertanyaannya (Kid 1:5-7)
4.
Nasihat Para Sahabatnya (Kid 1:8)
5.
Mempelai Laki-Laki Tampil dan Berbicara (Kid 1:9-11)
6.
Pernyataan Kasih Sayang di Antara Kedua Mempelai (Kid 1:12-2:7)
II. Syair Kedua: Kedua Kekasih Saling Mencari dan Berjumpa (Kid 2:8-3:5)
1.
Mempelai Wanita Melihat Kedatangan Mempelainya (Kid 2:8-9)
2.
Perkataan Pembukaan Mempelai Laki-Laki (Kid 2:10-15)
3.
Ungkapan Kasih Khusus Mempelai Wanita (Kid 2:16-17)
4.
Mempelai Laki-Laki Hilang dan Ditemukan Kembali (Kid 3:1-5)
III.Syair Ketiga: Iringan Pernikahan (Kid 3:6-5:1)
1.
Mempelai Laki-Laki Mendekati (Kid 3:6-11)
2.
Kasih Mempelai Laki-Laki Kepada Mempelai Wanita (Kid 4:1-15)
3.
Mempelai Wanita dan Mempelai Laki-Laki Bersatu (Kid 4:16-5:1)
IV. Syair Keempat: Mempelai Wanita Takut Kehilangan Kekasihnya (Kid 5:2-6:3)
1.
Mimpi Mempelai Wanita pada Malam Hari (Kid 5:2-7)
2.
Mempelai Wanita dan Para Sahabatnya Membicarakan
Mempelai Laki-Laki (Kid 5:8-16)
3.
Tempat yang Didatangi Mempelai Laki-Laki (Kid 6:1-3)
V. Syair Kelima: Kecantikan Mempelai Wanita (Kid 6:4-8:4)
1.
Penggambaran Mempelai Wanita oleh Mempelai Laki-Laki (Kid 6:4-9)
2.
Mempelai Laki-Laki dan Para Sahabatnya Membicarakan
Mempelai Wanita (Kid 6:10-13)
3.
Penggambaran Mempelai Wanita Selanjutnya (Kid 7:1-8)
4.
Kasih Sayang Mempelai Wanita untuk Mempelai Laki-Laki (Kid 7:9-8:4)
VI. Syair Keenam: Puncak Keindahan Kasih (Kid 8:5-14)
1.
Hebatnya Kasih (Kid 8:5-7)
2.
Perluasan Kasih (Kid 8:8-9)
3.
Kepuasan Kasih (Kid 8:10-14)
Komentar pribadi terhadap Kidung
Agung
1.
Kitab Kidung Agung mengungkapkan
sisi dari keinginan manusia yang di
penuhi dosa untuk membangun kehidupan cinta dan kesetiaan berdasarkan daya
tarik fisik, seks dan penampilan lahiriah. Kecenderungan ketidakpuasan terhadap
apa yang telah dimiliki terlihat nyata dari gaya bahasa puitisnya yang penuh
khayal atau imajinasi yang luar biasa.
2.
Kitab ini memperlihatkan bahwa Salomo
adalah pribadi yang sangat lemah dan tidak sanggup mengendalikan diri terhadap
segala daya tarik erotis yang merupakan salah satu fokus hidupnya yang terbesar
dan yang sekaligus akhirnya menjeratnya.
3.
Menarik untuk memperlajari kitab ini,
karena dengan penafsiran yang benar dapat memahami kiasan yang terkandung
didalamnya tentang hubungan kasih di antara Allah dengan Israel, atau di antara
Kristus dengan gereja, mempelai-Nya.. Juga dapat meberikan pelajaran bermakna
dalam kehidupan pernikahan Kristen yang sesuai dengan kehendak Allah.
4.
Kitab yang dipenuhi dengan puitis dan
nyanyian romantis ini dapat menyadarkan kita tentang betapa besarnya kasih
Allah akan umatNya, serta kerinduan Allah bagi gerejaNya.
Kepustakaan:
1.
Darmawijaya,
St, Pr. 2009. Seluk Beluk Kitab Suci.
Yogyakarta: Kanisius
2.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Kidung_Agung,
diakses pada 02 Maret 2013
3.
Lasor, W.S., et.al. 2007, Pengantar Perjanjian Lama 2: Satra dan Nubuat.Jakarta: BPK Gunung
Mulia
4.
Lembaga
Alkitab Indonesia. 2005. Alkitab Penuntun
Hidup Berkelimpahan. Malang: Gandum Mas
[1] St. Darmawijaya, Pr, Seluk Beluk Kitab Suci, Kanisius,
Yogyakarta, 2009, hlm. 264
[2]
http://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Kidung_Agung
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Kidung_Agung
[4] W.S. Lasor,
D.A dan Hubard, F.W, Pengantar Perjanjian
Lama 2, hlm. 166
[5] St. Darmawijaya, Pr, Op. Cit.,
hlm. 265
[6] W.S. Lasor,
D.A dan Hubard, F.W, Op.Cit., hlm 174
[7] Loc. Cit