Saturday, March 8, 2014
Friday, March 7, 2014
Eric Liddell
Academy
Award atau
disebut juga piala Oscar adalah penghargaan film paling terutama dan bergengsi di
Amerika Serikat, digelar setiap tahun untuk penganugerahan dunia perfilman. "Chariots
of fire", film yang mengisahkan perjuangan dan tantangan seorang pelari
jarak pendek, yaitu Eric Liddell ini terpilih sebagai film terbaik dan meraih
piala Oscar pada tahun 1982. Kisah hidup Eric sangat menginspirasi bagi banyak
orang, baik dalam ketaatannya, kegigihannya, terutama penghormatannya akan
Tuhan.
Menjadi Atlet
nasional Skotlandia
Bakat olahraga melekat pada Eric, sehingga dia
dipercaya untuk menjadi pemain rugby nasional dan mewakili Skotlandia dalam
ajang perlombaan tingkat internasional. Selain rugby, pria yang dijuluki dengan
"The Flying Scotts" ini juga ditunjuk sebagai kapten regu kriket dan
pemegang rekor lari 100 yard (91,44 meter). Dalam kurun waktu yang singkat,
Eric menjadi bintang universitas di bidang atletik. Setelah beberapa saat,
namanya segera menjadi pusat perhatian di seluruh tanah Skotlandia dan seluruh
kerajaan Britania karena prestasinya yang luar biasa dalam berbagai kejuaraan
atletik internasional. Pada tahun 1924, Eric mencapai puncak kejayaannya dalam
bidang atletik setelah memenangkan medali perunggu dalam cabang lari 200 meter
dan medali emas dalam cabang lari 400 meter kejuaraan Olimpiade di Paris.
Eric selalu yakin bahwa ia akan mendapatkan kekuatan dari Tuhan untuk menyelesaikan pertandingan sampai akhir, dengan berlari dan meraih kemenangan sebagai suatu cara untuk memuliakan Tuhan. Ia mengumpamakan perlombaan lari sebagai khotbah. Di arena Olimpiade Paris, Eric memutuskan sesuatu yang mengejutkan dunia. Eric menolak untuk bertanding di arena lari 100 yard, cabang spesialisasinya, karena pertandingan itu diadakan di hari Minggu. Eric memegang teguh keyakinannya untuk menguduskan hari Minggu sebagai harinya Tuhan. Keputusan Eric mendapat kritikan tajam dari khalayak ramai. Publik menuduhnya tidak patriotik (karena menyebabkan hilangnya kesempatan Skotlandia untuk meraih medali emas). Pangeran Wales sendiri mendesak Eric untuk menghormati raja dan negaranya lebih daripada Tuhan. Namun tanggapan Eric atas tekanan ini merupakan teladan yang sangat indah tentang bagaimana kita dapat mempertahankan keyakinan kita dengan sikap yang terhormat. Eric tetap menolak untuk berlari dalam pertandingan yang telah dijadwalkan baginya, dan memilih untuk bertanding dalam nomor yang sebenarnya bukan andalannya.
Penolakannya untuk lari di cabang 100 yard [pada hari
Minggu] menunjukkan kepatuhannya dan penghormatannya kepada Tuannya di Surga
dengan risiko menerima kemarahan dari tuannya di dunia. Tetapi Eric tetap
memutuskan untuk ikut di cabang lari 400 yard yang bukan keahliannya. Salah satu pelatih
Eric menyelipkan kertas kecil sebelum pertandingan lari 400 yard (365,76 meter)
dimulai yang berisi kutipan dari 1 Samuel 2:30, "'Siapa yang menghormati
Aku, akan Kuhormati'. Semoga berhasil dan selamat berjuang."
Pelatih itu tidak salah, Eric memenangkan medali emas untuk cabang lari tersebut. Seandainya Eric tidak memenangkan medali emas pada saat itu pun kepatuhannya terhadap perintah Tuhan patut mendapatkan medali emas. Hidup Eric pada tahun-tahun selanjutnya ditandai dengan keputusan-keputusan yang konsisten dengan kepatuhan dan kesetiaan Eric kepada Kristus.
Pelatih itu tidak salah, Eric memenangkan medali emas untuk cabang lari tersebut. Seandainya Eric tidak memenangkan medali emas pada saat itu pun kepatuhannya terhadap perintah Tuhan patut mendapatkan medali emas. Hidup Eric pada tahun-tahun selanjutnya ditandai dengan keputusan-keputusan yang konsisten dengan kepatuhan dan kesetiaan Eric kepada Kristus.
Kembali ke Cina
Tidak lama setelah olimpiade, ia lulus sekolah, lalu
kembali ke Cina Utara melayani sebagai dokter dan misionaris. Dia menjadi
pengajar injil dan pengkhotbah populer. Eric menyebarkan injil Kristus di Cina
dari tahun 1925 sampai 1943. Ia menikah dengan Florence Mackenzie, anak seorang
utusan Injil dari Kanada, di Tientsin tahun 1934. Mereka dikaruniai tiga orang
anak perempuan, Patricia, Heather dan Maureen. Tantangan yang harus dihadapi
Eric ketika menerima tugas pengabaran Injil di daerah pedalaman Xiaozhang.
Pengabaran Injil di Xiaozhang bukanlah hal yang mudah karena daerah itu berada
dalam keadaan perang (waktu itu Jepang sudah menjalankan misi ekspansinya ke
daratan China). Jika ia menerima tantangan ini berarti Eric harus berpisah dari
istrinya yang baru dinikahinya 3 tahun sebelumnya. Selama setahun Eric bergumul
dalam doa dan akhirnya ia menerima tugas itu sebagai panggilan yang pasti dari
Tuhan.
Hidup para misionaris menjadi terancam ketika Jepang
menyatakan perang kepada Inggris. Banyak misionaris dari Eropa meninggalkan
daratan China untuk menunggu waktu yang lebih baik untuk kembali ke China.
Banyak juga yang berkeras untuk tinggal di China, dan Eric adalah salah
satunya. Walaupun pemerintah Inggris meminta warganya untuk meninggalkan negeri
itu, namun Eric hanya meminta istrinya dan anak-anak mereka berangkat ke
Kanada, sednagkan selama 1941-1943, Eric tetap tinggal di Tientsin. Pada tahun
1943 ia dipenjarakan di Weishien, di camp penjara ia tetap memberitakan injil
dan berolahraga. Eric bekerja begitu keras sehingga akhirnya kesehatannya
menurun dengan cepat. Tanpa diketahuinya, di kepalanya tumbuh tumor otak yang
ganas. Hanya dalam beberapa minggu setelah Eric sakit, pada tanggal 21 Februari
1945 Eric dipanggil untuk menerima upah ketaatannya dari Bapanya yang di surga.
Ketaatan Eric Liddell, dari kejadian di Olimpiade Paris hingga di kamp Weihsien, menjadi suatu tantangan yang indah bagi semua orang Kristen. Dia menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk berbuat baik kepada semua orang, menjadi saksi bagi Tuhan Yesus, dan menjadi contoh ketaatan pada panggilan Tuhan. Karena Injul harus diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahnnya!.
“God made me
fast, and when I run, I feel His pleasure (Allah membuatku dapat berlari cepat,
dan ketika aku berlari, aku merasakan kegirangan hati-Nya),”
Eric Liddell
Western Wall Tunnel
Setelah
pasukan jendral Titus mengadakan pengepungan terhadap Yerusalem, sepanjang satu
tahun penuh.
Akhirnya, pada tahun 70 M Yerusalem
digempur dan diruntuhkan, Bait Allah dihancurkan dan dibakar. Sejak saat itu
Bait Allah kedua tidak ada lagi dan tinggal reruntuhan, menyisahkan sebuah
tembok sepanjang 485 meter, yang disebut dengan Tembok Barat (western wall)
atau tembok ratapan. Kerinduan bangsa Yahudi untuk membangun kembali Bait Suci
ketiga terlihat dari doa dan tangis mereka di tembok ratapan. Namun tidak mudah
bagi mereka untuk mewujudkan impian membangun bait suci ke tiga, karena kini di Bukit Bait berdiri dua Masjid yaitu Dome of the Rock dan Masjid Al-Aqsa
yang merupakan tempat tersuci ke-3 di dunia bagi umat muslim, setelah Masjidil
Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Awal Penggalian
Pada
abad kesembilan belas, para Rabi terkemuka di Yerusalem sudah mencoba untuk
menentukan pengukuran yang tepat dari Tembok Barat dan menjelaskan metode yang
digunakan dalam konstruksi, namun informasi mereka tidak lengkap, terutama
karena mereka tidak dapat menemukan seluruh panjang tembok. Pertengahan abad
ke-19, tahun 1864 peneliti
Inggris, Charles Wilson diikuti oleh Charles Warren pada 1867-1870 juga
tertarik untuk menggali Tembok Barat. Wilson menemukan sebuah lengkungan yang sekarang
disebut "Wilson Arch" sepanjang 12,8 meter. Lengkungan ini diyakini
merupakan jembatan yang menghubungkan Bukit Bait menuju kota pada masa Bait
Suci ke-dua.
Setelah Perang Enam Hari tahun 1967, ketika
Yerusalem Timur direbut kembali dan dibawah kontrol Israel, Departemen Agama
Israel mulai penggalian lebih intensef ditujukan untuk mengekspos kelanjutan
dari Tembok Barat. Penggalian ini diakukan dengan pengawasan ahli ilimiah dan
para rabi, hal ini adalah untuk memastikan stabilitas struktur di atas dan
untuk mencegah kerusakan artefak bersejarah dan juga agar tetap berdasar pada hukum Yahudi. Pada tahun 1988
Western Wall Heritage Foundation dibentuk, untuk mengambil alih penggalian dan pemeliharaan
tembok doa.
Menggali
untuk Tuhan dan Negara
Penggalian ini adalah operasi yang sulit,
karena berada di bawah lingkungan perumahan yang
telah dibangun pada struktur kuno dari masa Bait kedua
dan dihuni oleh penduduk Palestina. Selain harus tetap menjaga satbilitas struktur
bangunan pemukiman di atas, mereka juga harus mengalihkan limbah dari rumah-rumah
ke sistem pembuangan limbah umum. Sebuah
organisasi Palestina yang berbasis Yerusalem menduga bahwa Israel telah mulai
menggali terowongan bawah tanah baru ke arah Masjid Al-Aqsa, sepanjang 120
meter, dengan lebar 1,5 meter di bawah lingkungan Palestina, Silwan, di Yerusalem. Namun pengamat independen, Pendeta
Jerome Murphy O’Connor dari Institut Injil Prancis di Yerusalem Timur,
mengatakan penggalian tersebut tidak membahayakan fondasi Masjid Al Aqsa karena
dibangun di atas blok Herodian yang sangat besar yang masih ada di sana.
Seorang sejarawan Israel di Yerusalem, Yovel Baruch mengatakan bahwa apa
yang dilakukan Israel saat ini adalah untuk mencari sisa-sisa sejarah Yahudi
dan penggalian ini dilakukan sesuai undang-undang Yahudi. Walaupun memicu kontroversi
dan protes, dan menyebabkan serangkaian kerusuhan sejak awal penggalian, namun proyek
ini tetap dilanjutkan “Mereka menggali untuk Tuhan dan negara.”
Akankah
Bait Allah ketiga di bangun?
Setiap hari terlihat truk yang membawa puing-puing dan pasir sisa-sisa
dari penggalian, yang mengangkut timbunan ke tempat yang tidak diketahui
keberadaannya.
Penggalian yang telah berlangsung selama
sekitar 40 tahun ini, dilaksanakan sesuai dengan keyakinan Yahudi bahwa di
bawah Masjid Al-Aqsa, terdapat sebuah kerajaan kuno tersembunyi yang telah lama
hilang.
Juru bicara Israel Antiquities Authority (IAA) mengatakan bahwa proyek tersebut
adalah murni arkeologi dan terowongan tidak berada di bawah bukit bait, tetapi
mengarah ke Kota Daud. Terowongan Bait Suci ini sepenuhnya dibuka untuk umum
pada tahun 1996, dan diperlengkapi dengan pencahyaan, pendingin udara, petunjuk
arah dan jalur khusus untuk kursi roda. Para peziarah akan diajak melihat
kemegahan atau kejayaan Yerusalem pada masa ribuan tahun silam ketika berada
dalam terowongan ini, disediakan multimedia yang canggih untuk menggambarkan
peristiwa pembangunan bait suci sampai penghancuran bait kedua.
Selama penggalian, otoriatas kepurbakalaan
Israel mengumumkan telah banyak menemukan benda-benda arkeologis yang penting
dan langka. Kamar-kamar dan aula-aula ditemukan, juga ditemukannya sebagian
jalan dari jaman Bait Allah yang kedua beserta terowongan air dari Zaman
Hasmonian. Juga ditemukan batu fondasi terbesar, dengan panjang 60 meter dna
lebar 3 meter serta tinggi 4 meter dari permukaan (sebagian ada di tanah),
beratnya mencapai 570 ton. Sebagai perbandingan, batu terbesar Great Piramyd di
Mesir hanya 11 ton. Menjadi pertanyaan
besar, benarkah penggalian hanya murni untuk kepentingan arkeologi, seperti paparan
dari otoriatas kepurbakalaan Israel?
ataukah ada misi rahasia dibalik operasi ini, mengingat pendanaan mega proyek
tersebut dari Elad, kelompok pemukim garis keras yang berusaha untuk memperluas
kehadiran Yahudi di Yerusalem timur yang diduduki dan dianeksasi.
Apapun misi dari operasi Israel di bawah
Bukit Bait yang telah berdiri 2 masjid ini, telah menyulut berbagai ketegangan
dan juga kritikan dunia internasional. Namun penggalian tetap dilanjutkan
hingga kini, jika kerinduan dan ratapan
dari Israel untuk membangun kembali bait suci di lokasi yang sekarang sedang di
gali, berarti nubuatan besar akhir zaman sedang digenapi, dan sebagai suatu
tanda bahwa kedatanagan-Nya sudah semakain dekat, bersiaplah!.
Subscribe to:
Posts (Atom)