Tuesday, February 24, 2015

Johann Heinrich Pestalozzi

Sebuah pemahaman akan teori atau ajaran teologis tidak boleh berhenti hanya di ranah kognitif saja, melainkan berlanjut ke ranah afektif (sikap) dan psikomotorik (tindakan), dengan kata lain menghidupi atau melakukan apa yang telah kita pahami jauh lebih berguna ketimbang hanya memperbanyak pengetahuan tanpa mampu mempraktekkannya. Johann Heinrich Pestalozzi salah satu tokoh yang juga tidak sabar dengan sistem dogmatis yang berlaku dalam gereja Reformasi pada saat itu. Dimana para pendukung sistem tersebut hanya bisa dan rajin menyusun ajaran teologis, namun tanpa mewujudkan ajaran tersebut kedalam kehidupan sehari-hari. Pria kelahiran Zürich, Swiss 12 Januari 1746 ini dibesarkan oleh ibunya, karena ayahnya telah meninggal ketika ia berusia 6 tahun. Sebetulnya pada masa kecilnya, Pestalozzi merupakan anak yang tidak begitu tertarik dengan tugas-tugas belajar yang menggunakan metode menghafal di sekolah, tetapi dia lebih berminat dengan tugas-tugas yang menggunakan daya imajinasi.

Pestalozzi remaja melihat adanya ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh para penguasa terhadap rakyat di daerah itu, sehingga ia prihatin terhadap nasib mereka yang tertindas dan ingin menolong mereka memperoleh pendidikan. Pendidikan yang memadai dianggap sebagai solusi untuk keluar dari penindasan tersebut. Atas dorongan kakeknya Pestalozzi masuk ke salah satu perguruan tinggi. Akan tetapi, ketika menempuh proses pembelajaran di perguruan tinggi, Pestalozzi lebih tertarik pada gaya penulisan dan pemikiran pengarang klasi

Pandangan Teologis

Pestalozzi adalah seorang Kristen yang mentaati kedua hukum ilahi yang diutamakn kembali oleh Yesus, yaitu “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Ia sangat menghayati kedua hukum ini. Dipun kerap memakai pengertian-pengertian sederhana untuk menjelaskan tentang iman Kristen. Dalam pandangan teologisnya, Pestalozzi memberikan penjelasan bahwa untuk menentukan sebuah metode pendidikan teologis yang baik, perlu didasarkan pada beberapa hal, antara lain:

1. Kepercayaan Kepada Allah
Jika Allah Bapa bukanlah Bapa kita, maka tidak ada dasar lain yang dapat dipercayai untuk menghadapi tantang hidup ataupun mengembangkan pendidikan yang berhasil.

2. Alam Sebagai Pedoman
Pestalozzi tidak mengaggap alam sebagai kekuatan yang merdeka, seakan-akan alam itu berdiri atas kekuatannya sendiri, melainkan percaya bahwa pencipta alam adalah Allah sendiri. Jadi bagi Pestalozzi alam tersebut bergantung kepada kehendak Allah.

3. Yesus Sebagai Juruselamat Dunia
Nama Allah dan Yesus terus dimasukkan kedalam karyanya, hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan dengan Yesus baginya. Pestalozzi betul-betul hidup untuk melayani orang-orang yang paling hina. Dan dia sangat mengharapkan tindakan-tindakan yang serupa dilakukan oleh para pendidik-pendidik lainnya. Dan hendaknya berpatokan kepada Tuhan Yesus Kristus.

4. Manusia: Jati Diri dan Tugasnya
Jati diri manusia dibahas dalam tiga pokok yakni:

a) Sebagai makhluk dari alam
Pestalozzi mengajarkan bahwa manusia memiliki struktur jasmani yang sama, walaupun terdapat perbedaan secara alamiah. Setiap manusia berhak untuk bertahan hidup baik dari golongan orang terpelajar maupun yang sangat rendah pendidikannya. Yang sangat dibutuhkan dalam hal ini ialah kesadaran setiap orang sebagai makhluk yang bersosial.

b) Sebagai makhluk sosial
Terkadang orang-orang menyerahkan sebagian kemerdekaanya atau apa yang dia punya untuk meperoleh keamanan. Orang yang mempunyai harta akan lebih tinggi dari mereka yang tidak punya atau bisa disebut seperti seorang raja. Sedangkan dalam hati manusia selalu timbul kebutuhan-kebutuhan yang lain, sehingga dalam diri seseorang harus hidup sebagai makhluk yang bermoral.

c) Sebagai makhluk moral
Moralitas adalah prestasi dari kehendak manusia, suatu hasil watak yang baik yang menang atas perasaan yang memntingkan kepentingan sendiri. Untuk bertumbuh secar moral, kita harus merasa secara dalam. Dengan kat lain, suatau tindakan atau kelakuan boleh dikatakan sebagai moral sejauh manan tindakan atau kelakuan itu dilaksanakan karena dipaksa oleh kebiasaan sosial atau hukum negera, tetapi dari keputusan pribadi.

5. Pengalaman Beriman Secara Pribadi
Pengalaman-pengalaman tersebut didadapatkan dari pengalaman yang dilewatinya sejak kecil baik dalam suka maupun duka, dalam hidup bersosial, dalam hubungan dengan dilingkungan dan dalam pengabdian diri kepada Allah.

Sumbangsih dalam dunia pendidikan

Pestalozzi dikenal sebagai seorang pendidik yang mempelopori sistem pendidikan (pedagogue) baru di Swiss dan dikenal sebagai Pendiri Sekolah Dasar Modern. Menurut Pestalozzi, perbaikan pendidikan perlu dilaksanakan sekaligus dari dua segi , yakni dari segi praktek dan teori . Urutan ini mencerminkan cara Pestalozzi menjadi seorang ahli pendidikan. Ia tidak memulai panggilan hidup sebagai pendidik setelah mengembangkan teori pendidikan lebih dahulu. Teori berasal dari pengalamannya di ruang kelas. Menurut pemikiran Pestalozzi , ada tiga lingkungan dimana pendidikan terjadi, yakni rumah tangga, rumah dermawan, dan sekolah. Sedangkan ada empat pengajar dalam pendidikan yang saling berhubungan dan memberikan pengaruh yang besar bagi keberhasilan pelaksanaan pendidikan, yaitu  orang tua, guru sekolah, teman sebaya, dan pengalaman hidup. Pestalozzi percaya bahwa pendidikan akan mengubah mutu kehidupan seseorang.

No comments:

Post a Comment